MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Jakarta, Ada yang berpendapat sinis mengatakan bahwa “Sikap dukungan dan Penerimaan Masyarakat Papua” terhadap Anies Baswedan hanya gimmick kampanye saja. Mereka yang menuduh demikian kali ini justru membawa issue politik identitas dengan mengatakan, “Papua 70% Kristen dan Katolik tak mungkin mendukung Anies yang Muslim, mestinya pasti mendukung Prabowo, karena Prabowo ibunya beragama Kristen”._____________Baca Juga : Saat Ini Enak Jadi Presiden, Karena Tidak Bertanggung Jawab Kepada Siapapun? | Fenomena Transformasi
Tuduhan ini sungguh menggelikan sekaligus memalukan karena pikiran mereka begitu picik dan buta literasi. Mereka pasti tidak kenal dengan Mari bin Amude Alkatiri, Perdana Menteri Timor Timur yang dilantik pada Tahun 2002 dan 2017.
Mari bin Amude Alkatiri adalah seorang Arab Hadhrami dan berasal dari suku Al-Kathiri, cabang yang memerintah kesultanan Kathiri di Hadhramaut, yang sekarang menjadi bagian dari Yaman. Dibandingkan dengan Papua yang 70% Kristiani, penduduk Timor Leste justru 99% lebih adalah penganut agama Kristiani.
Baca Juga : Aksi Mafia Tanah Di Kabupaten Tangerang Merajalela, Resahkan Warga | Fenomena Transformasi
Lalu yang menjadi pertanyaan, mengapa rakyat Timor Leste sampai dua kali menerima Mari Alkatiri sebagai Perdana Menteri Muslim di negara yang 99% penduduknya beragama Kristen? Alasan yang paling utama adalah karena rakyat Timor Leste telah begitu trauma dengan politisi dan pendekatan politik yang berkarakter militeristik. Alasan ini serupa dan begitu identik dengan psikologis masyarakat di Papua.
Jadi tidak mengherankan jika masyarakat Papua merindukan pemimpin Indonesia yang mampu memahami psikologis penduduk Papua yang trauma terhadap pendekatan militeristik dan melihat Anies Baswedan sebagai figur identik dengan apa yang dilihat oleh rakyat Timor Leste pada sosok Mari bin Amude Alkatiri.
Jadi sungguh sangatlah 𝙋𝙧𝙞𝙢𝙞𝙩𝙞𝙛 menebarkan isue politik identitas agama di Papua jika modusnya hanya ingin menjauhkan masyarakat Papua dari Anies Baswedan, ini fakta yang tak bisa ditampik.
Pembangunan di Papua mungkin masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kota besar lainnya di Indonesia, tapi pemikiran warganya jauh lebih maju dan beradab dari pada isi kepala mereka yang mengaku pintar dan beradab, tapi ternyata 𝗯𝗮𝗿-𝗯𝗮𝗿 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗿𝗶𝗺𝗶𝘁𝗶𝗳, rela menjual murah integritas serta akal sehatnya demi menghidupkan kembali politik otoritarian dan politik represif yang berbau militeristik.(BTL)
Tidak ada komentar