Penyebaran Paradoks Firaunisme Akibat Terjebak di Laut kemapanan

Oleh: Andi Irawan MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kabupaten Tangerang, Paradoks sindrom kemapanan dalam konteks moralitas sosial, telah banyak diperlihatkan secara subtansi berulang di setiap zamannya. Sesuai rekam jejak jalan kronologi semangat lakon yang diperankan, dalam pentas perjalanan sejarah universal kehidupan manusia. Menurut KBBI pa·ra·doks: Nomina (Kata benda) pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran: bersifat paradoks. Selanjutnya sebagai tambahan pengertian majas paradoks adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlawanan atau bertentangan. Firaunisme: penguasa/Raja Mesir, sedangkan Isme: Paham, ajaran. Kemapanan: kondisi mantap, kepuasan dengan diri sendiri.__________Cegah Penyebaran Covid-19, Dinas Kesehatan Gelar Rapid Test di Pusat Keramaian

Kaitan dalam pentas sejarah diantaranya, ada peristiwa paradoks filsuf terkenal Socrates yang dicintai masyarakat lingkungannya atas pencerahan dialog keutamaan, (arate) kebijaksanaan, orientasi kebahagiaan, namun dijatuhi hukuman mati di Athena, Yunani. Socrates dijatuhi hukuman mati karena dianggap menyebarkan kesesatan paham, menolak eksistensi dewa-dewa yang diakui oleh negara, memperkenalkan dewa-dewa baru, dan membuat kekacauan umum merusak moral kaum muda. 

Kemudian kisah Alquran ( Al-Qasas Ayat 9, 14) tentang Nabi Musa yang sejak muda belia (Bayi) dalam pengasuhan naungan keluarga Istana Fir’aun, di masa dewasa Musa pun mendapatkan tugas dari Tuhannya untuk Menyampaikan pembaharuan atas kemapanan  pemerintahan Fir’aun yang zalim.Tak kalah menariknya juga ada paradoks tentang kisah Alqur’an Surat Alkahfi ayat 60, 66, Nabi Musa untuk belajar penuh pertentangan atas hikmah Nabi Khidir karena banyak hal yang berlawanan dengan hal umum, mengajarkan nilai tanggung jawab kepemimpinan dan sikap konsisten untuk tetap tekun berusaha agar profesional dalam keahlian di setiap bidangnya.

Sejak Iblis menyebarkan dan menularkan sikap kemapanan “ana khairun minhu” (aku lebih baik dari dia/Adam) kepada anak cucu Adam, termasuk Firaunisme. Menjadi pertentangan konflik kemanusiaan tak berkesudahan. Sebuah ironi masif dirasakan penulis, penyebaran informasi adanya pertentangan politik, perbedaan pendapat terkait prinsip yang dianut secara privat, semakin menempati ruang publik secara bebas, bahkan mengenai hal yang belum jelas kebenarannya sekali-pun kini telah memberi kesan wajar tanpa syarat. 

Sehingga perubahan sosial kultur kebersamaan kita, akhir-akhir ini seakan terusik oleh kebisingan oleh ketidaknyamanan subjek penjaga kemapanan otoritas yang dimiliki masing-masing penganutnya. Seperti halnya kemapanan negara Yunani merasa terusik oleh dialog kebijaksanaan ajaran Socrates saat itu, kemapanan Fir’aun dan para tukang sihirnya terganggu atas ajakan seruan Nabi Musa, untuk melakukan perubahan nilai, dalam sistem pemerintahannya yang arogan serta menindas rakyatnya. 

Kekecewaan Fir’aun,  marah tersinggung kepada pemuda Musa yang pernah diasuh dalam istananya, menolak, kemudian mempersekusi dakwah Nabi Musa hingga berujung pada kehancuran Fir’aun yang tenggelam bersama lautan prinsip kemapanan yang dipertahankannya. Semua kisah tersebut ada dalam Alqur’an antara lain Qs. Al-Baqarah ayat 50.

Penyempurnaan dialektik Kehidupan
Sesungguhnya konteks penyebaran paradoks Firaunisme dapat terjadi di lingkup terkecil tanpa harus dalam lingkup makro kendali kekuasaan tetapi dapat ditemukan pada pergaulan kita sehari- hari dimana saja, baik dalam keluarga, lingkungan bermasyarakat, tempat kita bekerja mengabdikan diri dan cakupan interaksi sosial-budaya yang lebih luas. 

Mungkin untuk menghindari Ketika terjebak di laut (Hasrat) Kemapanan (idiologi Firaunisme), Descartes 1596-1650 filsuf berpengaruh di abad modern,  Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi pendekatan pemikirannya bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. (Wikipedia) Rumusan Descartes melawan kemapanan yaitu: Buka pikiran, Analisis unsur masalah, Kenali kemungkinan, Temukan jalan keluarnya.

Akhirnya Penulis dengan berbagai perspektif di atas dapat menarik kesimpulan, bahwa Arus besar setiap perubahan, yang diawali banyak pertentangan dan kondisi berlawanan antar pendukung kemapanan dan antitesisnya, merupakan proses dialetika, penyempurnaan panggung kehidupan. (BTL)

Penulis adalah Insan Pembelajar Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.