Refleksi Penegakan Hukum dan Demokrasi di Indonesia Tahun 2020

MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Maluku, Membaca atau bahkan menilai wajah supremasi hukum dan demokrasi di Indonesia di tahun 2020 ini tidak bisa dipisahkan dari tindakan dan praktik-praktik kenegaraan baik dari institus-instusi hukum, pemerintah dan juga negara maupun institusi sosial dan rakyat itu sendiri. Baik posisinya sebagai alat negara atau tool of state, maupun alat kekuasaan atau tool of political serta segala keputusan dan produk kebijakan yang menyertainya. Baik buruknya sangat ditentukan oleh karakter dan tipe konfigurasi politik-hukum yang dimainkan. 

Wajah Supremasi Hukum 

Jika keputusan-keputusan politik dan praktik kenegaraan banyak mengarah pada kepentingan dan konfigurasi politik kekuasaan yang tidak demokratis atau karakter kebijakannya banyak ditentukan dan dikendalikan oleh institusi pemerintahan dan alat-alat negara, baik sendiri-sendiri maupun berkelompok dan tampil sebagai pemilik autoritas kebenaran tunggal mengabaikan prinsip transparansi, partisipasi, dan juga akuntabiltas dan chake and balances, hukum seolah-olah milik penguasa maka kita berada pada wajah supremasi hukum dan demokrasi yang kelam dan mengkhawatirkan dalam bahasa keilmuan konfigurasi politik yang non demokratis akan melahirkan karakter produk hukum yang konservatif/ortodoks, sedangkan konfigurasi politik yang demokratis akan melahirkan karakter produk hukum.

 
Demikian pula keberadaan institusi sosial, rakyat, dan elemen-elemn civil society lainnya termasuk media massa terpolarisasi dan tanpil secara liberal, anarkis, tidak bertanggung jawab maka sesungguhnya telah menegaskan suatu tipologi negara barbar atau “persekusi” yang sarat dengan kekerasan dan main hakim sendiri, seperti yang mungkin digambarkan Sisero (106-43 SM) di suatu daerah pedalaman Sardinia sebagai “sebuah negeri orang barbar” warganya pun diberi julukan yang sangat merendahkan , yakni latrones mastrucati (“pencuri-pencuri berpakaian wol kasar”). atau bisa saja seperti gambaran orang “barbarus” seperti suku bangsa Jemani, Hun yang sarat dengan prasangka buruk dengan praktik hukum rimbah dan sistem peradilan jalanan. 

Rangkaian peristiwa demi peristiwa sepanjang tahun 2020 tentu mengingatkan kita pada berbagai kasus baik dalam konteks pembentukan hukum (law making proses) seperti RUU Haluan Idelogi Pancasila, pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja, UU KPK, UU Minerba termasuk keputusan administrasi negara seperti kenaikan iuran BPJS, pilkada dimasa pandemi, yang menimbulkan reaksi kritis masyarakat  melalui aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada benturan dan tindakan kekerasan. 

 
Pada tataran penegakan hukum atau law enfocement baik secara individu, kelompok, organisasi seperti penghinaan terhadap agama, pejabat negara, ulama, stigmatisasi agama radikal, intoleransi, anti pancasila, NKRI atas kebebasan berpendapat hingga  aksi-aksi disintegrasi kemerdekaan di Papua, gerakan-gerakan RMS di Maluku,  penembakan Pendeta Yeremia di Papua,  pembunuhan satu keluarga di Sigi Sulawesi Tengah yang diduga oleh kelompok bersenjata Ali Kalora,  penembakan yang berakibat kematian atas 6 anggota Front Pembela Islam (FPI), proses hukum yang menjerat beberapa tokoh KAMI, dan ulama seperti Habib Riziek Shihab, Ustadz Maaher, Gus Nur, korupsi dikalangan pejabat negara dan kepala daerah, maupun yang terakhir pembubaran dan pelarangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut organisasi FPI oleh pemerintah melalui Keputusan Bersama sejumlah Menteri, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian dan BNPT akan menguji nyali dan nalar penegakan hukum yang adil dan karakter cerminan penegakan hukum kita dewasa ini.

  
Beberapa peristiwa disebutkan terakhir, umumnya dilandasi atas dasar prinsip hak dan kebebasan berpendapat, berekspresi berserikat, dan kecintaan pada penegakan kepada hukum, agama dan negara. Ekspresi dan penegakan hukum berdimensi hak konstitusional hak beragama, hak sosial, hak berserikat, hak berpendapat, termasuk hak politik, hukum dan HAM, penegakan hukumnya tentunya tidak bisa secara sepihak oleh pemerintah, namun tentunya perlu diuji dalam satu sistem penegakan hukum yang adil dan transparan dalam suatu sistem peradilan atau due process  of law. 

Syarat Negara Hukum Demokratis

Dalam sistem negara yang menganut paham negara hukum yang berbasis pada paham konstitusionalisme atau menganut asas demokrasi (representative government) seperti di Indonesia maka kebebasan untuk berpendapat dan berserikat merupakan salah satu syarat utama yang mesti dipenuhi, demikian pula sebaga negara yang menganut prinsip negara hukum maka perlindungan HAM dan due process of law merupakan syarat utama yang harus dipenuhi.

Kebebasan berserikat mengandung arti bahwa setiap warga negara memiliki hak berserikat dalam satu organisasi yang bersifat politik, ekonomi, keagaamaan, sosial kemasyarakatan maupun kedaerahan, adat istiadat hingga kebudayaan. Kebebasan berkumpul dan berserikat disertai dengan kebebasan untuk menyatakan pendapat secara lisan dan tulisan, maka tindakan pelarangan dan pembubaran ormas pun sejatinya melalui satu sistem proses penegakan hukum berbasis peradilan. 

Seperti yang diatur dalam Pasal 21 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik bahwa pembatasan hak berserikat dan berkumpul dilakukan sesuai dengan hukum dan demikian pula Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 82/PUU-XI/2013 tanggal 23 desember 2014 yang TIDAK MEWAJIBKAN PENDAFTARAN ORMAS dan NEGARA TIDAK DAPAT MENETAPKAN ORMAS TERSEBUT sebagai ormas TERLARANG apalagi melarang kegiatan sepanjang tidak melakukan kegiatan yang menggangu keamanan, ketertiban umum atau melakukan pelanggaran hukum. Prinsip-prinsip terakhir itu tentu harus terlebih dahulu diuji melalui suatu penetapan Putusan Pengadilan ada tidak pelanggaran tindakan pidana yang dilakukan, bukan subjektifitas instansi di luar peradilan.

International Commission of Jurist dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 juga telah menyepakati 6 (enam) syarat atau asas-asas demokrasi atau representative government dalam suatu negara yaitu a government deriving its power and authortiy from the people, which power and authority are exercised through representative freely chosen and responsible to them, yaitu proteksi konstitusional, peradilan yang bebas dan tidak memihak, pemilihan yang bebas, kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat, tugas-tugas oposisi, dan pendidikan civics.

Yang beberapa syarat itu telah banyak dituangkan dalam sistem konstitusi dan UUD NKRI Tahun 1945 dan praktik ketatanegaraan di Indonesia. Keseimbangan dua pilar negara sejatinya secara politik kenegaraan dua pilar utama negara yakni rakyat dan pemerintah yang sah memiliki posisi dan kedudukan yang yang sama, tidak ada penindas dan tertindas masing-masing memiliki hak kedaulatan bertindak serta kewajiban konstitusional. Baik rakyat maupun pemerintahan yang sah tunduk pada norma-norma dan  prinsip-prinsip konstitusi dan demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. 

 
Jika kedua unsur utama negara ini tidak berada pada garis yang seimbang maka akan menimbulkan anarkis dan despotisme. Demikian pula jika keputusan dan tindakan yang diambil tidak justified atau dijustifikasi secara hukum yang baik dan benar maka akan berpotensi melahirkan kehidupan negara yang TIRANI dan PENINDASAN.

  
Dalam sistem kekuasaan yang despotisme pemegang kekuasaan hukum dan pemerintahan bergerak kepada kepentingan kekuasaan dari pada kepentingan rakyatnya, sebaliknya semangat sekelompok orang yang mempunyai sifat-sifat baik dan ingin memperbaiki kehidupan rakyatnya yang disebut Aristokrasi terkucilkan, itulah ciri esensial Tyrani dan Despotisme.
Despotisme kekuasaan akan memunculkan orang-orang dan sekelompok orang dalam kekuasaan yang menjalankan kekuasaan secara sewenang-wenang untuk kepentingan kelompok itu sendiri dan terjadi praktik-praktik korupsi di kalangan penguasa atau oligarchy.

Urgensi Moralitas Kebangsaan

Disinilah pentingnya menjalankan konstitusi dan supremasi hukum secara konsekuen, adil dan transparan serta akuntabel agar pilar-pilar negara bisa saling menguatkan satu sama lain, dan sistem negara bekerja secara harmonis. Sikap ketaatan hukum atau law obedience pada konstitusi dan nilai-nilai Pancasila baik rakyat maupun institusi negara sangat diperlukan agar masa depan bangsa ini bisa terus dirawat dan terjaga.

Kepentingan rakyat harus didahulukan dari pada kepentingan hukum dan negara itu sendiri yang termanipestasi pada moralitas kolektif dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Seperti adagium hukum yang mengatakan “quid leges sine moribus” apa artinya hukum kalau tidak disertai moralitas.

Itulah sebabnya mengapa sandara moral sangat penting dikedepankan dalam proses penegakan hukum ditengah perubahan sosial yang begitu cepat. Tujuan negara dan nilai-nilai Pancasila merupakan cita hukum dan cita negara yang tidak boleh dilupakan dalam penegakan hukum dan pemerintahan, sebab ia adalah landasan moral kolektif kehidupan bangsa. Kembali kejati diri lembaga negara.

Demikian pula penting mengembalikan alat-alat negara seperti kepolisian, TNI, Tri kekuasaan negara seperti ekekutif, legislatif, yudikatif pada jati dirinya masing-masing jangan sampa terjadi quasi satu sama lain yang merugikan rakyat, termasuk pentingnya menjaga independensi dan dan fungsi kontrol komisi-komisi negara seperti KPK, Komnas HAM, Komisi kepolisian, Komisi Kejaksaan, Komisi Perlindungan Saksi dan Korban (KPSK), Komisi Ombusman, Komisi Penyiaran dan komisi pengawas internal pemerintahan lainnya sesuai fungsi dan kewenangan yang diberikan sebagai lembaga independen negara atau state auxiliary bodies maupun sebagi lembaga pengawasan internal dan lembaga-lembaga civil society seperti lembaga-lembaga penyiaran, media massa, ormas, organisasi keagamaan, lembaga akademik, dan para profesionalisme  hukum, politik, dan lain-lain. 

Agar prinsip ketatanegaraan seperti prinsip check and balances, prinsip negara hukum pancasila, prinsip negara ketuhanan, dan kedaulatan rakyat  bisa dijalankan  dengan baik dan berkeadilan. Situasi keseimbangan ini diperlukan agar jangan sampai negara memiliki masa depan yang suram, dan terus memicu konflik of interst yang berkepanjangan dikalangan anak bangsa yang hanya menguntungkan segelintir orang, kelompok bahkan menguntungkan “oligarki kekuasaan” yang tidak bertanggungjawab dan melahirkan ketidakpercayaan, saling memojokkan sesama komponen anak bangsa dan jangan sampai ada warga negara, kelompok agama maupun organisasi yang merasa di anak tirikan atau bahkan ada yang merasa teraniaya akibat hak konstitusionalnya dilanggar.

Pada saat yang sama jangan sampai ada orang-orang tertentu, kelompok organisasi yang justru merasa kebal hukum merasa di istimewakan dan bebas mendiskriminasi orang dan kelompok yang lain, disinilah diperlukan sistem hukum dan sistem pemerintahan yang kuat dan adil untuk menjaga seluruh kepentingan bangsa.

Negara juga menyediakan saluran hukum untuk menguji setiap tindakan dan keputusan pemerintahan, seperti pembubaran ormas, UU yang telah diundangkan serta tindakan kekerasan yang berpotensi melanggar hak warga negara dan Hak Asasi Manusia termasuk perbuatan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh institusi negara atau aparat pemerintahan, maka dapat diuji dan diselesaikan  melalui institusi peradilan agar sutau keputusan dan peraturan dapat dibatalkan dan oknum-oknum yang bertanggung jawab dapat dibawa di hadapan hukum untuk diadili secara hukum. 

Menuju Penegakan Hukum Yang Efektif

Penegakan hukum, HAM dan demokrasi memerlukan 5 pilar penegakan hukum yang efektif yakni, substansi, struktur, budaya hukum serta kepemimpinan dan moralitas hukum yang baik dan hal tersebut harus ditunjukkan oleh penegak hukum, masyarakat  dan para pemimpin di setiap jenjang institusi masing-masing. Dalam penegakannya pula tidak hanya mengedapankan tujuan kepastian hukum namun yang lebih penting adalah keadilan, kemanfaatan dan keseimbangan hukum, rakyat dan  negara itu sendiri.

 
Oleh karenanya yang perlu digalakkan saat ini meluruskan kembali niat kebangsaan dan mengekstraksi kembali prilaku kesadaran kebangsaan yang tinggi melalui pengetahuan, pemahaman, sikap dan perikelakuan pada nilai-nilai pancasila, nilai-nilai hukum, nilai-nilai agama, budaya, adat istiadat dan nilai-nilai kenegaraan lainnya sebagai satu sistem moral kesadaran dan ketaatan bernegara, agar lahir kembali negarawan-negarawan sejati disegala bidang dan kepemimpinan yang kuat dan keteladanan yang baik selalu menjadi surih tauladan yang ampuh  dalam memperbaiki suatu bangsa. 

Dan semoga berbagai peristiwa yang mendapat perhatian publik dan menyentak rasa keadilan masyarakat di tahun 2020 ini memiliki kepastian hukum yang berkeadilan dan penegakan hukum yang adil agar tidak menjadi masa-masa kelam dan preseden buruk potret penegakan hukum di Indonesia dimasa mendatang. Dan tulisan ini adalah sebagai bagian dari kegiatan mimbar akademik pada Dialog Publik Akhir Tahun 2020 oleh Korkom IMM IAIN Ambon, Maluku pada tanggal 31 Desember 2020. (BTL)

Oleh :  Dr. Nasaruddin Umar, MH. Penulis adalah Pakar Hukum Tata Negara IAIN Ambon, Maluku.

Baca Juga : Bupati Tangerang Lantik dan Kukuhkan Pejabat di Lingkungan Setda

____________Zaki Resmikan Bank Sampah Sungai Cirarab dan Waste Trap Cirarab

____________Dinas Bina Marga dan SDA Kabupaten Tangerang Karungin Lumpur Normalisasi Kali Sabi Bencongan

____________Anak-anak Pejuang Kanker YKAKI di 8 Kota Terima Donasi Masker

____________DKI Jakarta Terpilih Sebagai Provinsi Terinovatif !

_____________Penyandang Disabilitas Unjuk Karya di Modena Limitless Passion

______________Tahanan Tewas Dengan Kondisi Babak Belur Penuh Luka di Polres Tangsel

_______________Pengguna Narkoba Didominasi Mahasiswa dan Pelajar

_______________Polisi Amankan Pengedar Obat Terlarang

_______________Ribuan Buruh KS Lanjutkan Aksi Demo

________________Bendung Cihara Banyak Pejabat Terlibat

________________Kasus Genset RSUD Banten, Kejaksaan Belum Jalankan Putusan Pengadilan

________________Galian Tanah Tak Berizin Diprotes Warga

_________________Dinilai Janggal dan Tak Layak, KNB Akan Surati Bupati Serang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.