Saksi Ahli Nudirman Munir: Korban Pembebasan Tanah Tidak Memiliki Surat Harus Diberikan Ganti Rugi

waktu baca 3 menit
Rabu, 4 Des 2019 21:50 0 728 Redaksi

MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kabupaten Tangerang, Sidang kasus gugatan dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas menduduki tanah pemerintah tanpa izin oleh warga Ex-Irigasi Desa Rawa Burung Kecamatan Kosambi, memasuki tahap gelar keterangan Saksi Ahli dari pihak tergugat di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu (4/12/2019).

Dihadapan Majelis Hakim, Saksi Ahli Nudirman Munir membeberkan maksud lahirnya UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Dijelaskan Munir, secara prinsip UU tersebut hadir, selain memberikan kepastian hukum juga menjamin aspek kesejahteraan perekenomian (Ganti Rugi) kepada warga negara dengan adanya pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Mantan anggota DPR Komisi II Periode 2009 – 2014 ini, menyampaikan lahirnya UU No 2 Tahun 2012 secara aspek yuridis, sosiologis dan filosofis sesuai pertanyaan dari kuasa hukum tergugat. Sebagai mantan anggota Pansus legislasi, Munir menceritakan sebelum lahirnya UU tersebut, pemerintah sulit mencari lahan untuk pembangunan kepentingan publik, sering terjadi gejolak ditengah masyarakat hingga muncul demonstrasi.

“Maka dari itu, kita mencari solusi yang tepat, falsafah nya adalah bagaimana kita melindungi masyarakat agar program pemerintah bisa tetap berjalan dengan baik,” kata Munir “kita menekankan masyarakat jangan dirugikan, karena banyak sekali malah masyarakat menjadi korban calo dan dari pihak – pihak yang tidak bertanggung – jawab, sehingga bukan mendapat keuntungan menjadi kerugian bagi masyarakat dan bahwa sering ini dibilang kemiskinan yang berantai”.

Berkaca pada kasus lahan Ex-Irgasi yang kurang lebih menempati selama 40 tahun, Munir menegaskan bahwa di dalam UU No 2 Tahun 2012 yang berhak mendapat ganti rugi itu pihak yang menguasai tanah. Kerena ada saat UU ini dibuat, 80 persen milik negara dan tanah tidak ada surat – surat.

“Oleh sebab itu, baik tanah garapan atau tanah tanpa alas hak itu, masyarakat wajib diberikan ganti rugi. Kita tegaskan pada saat itu, pihak yang berhak adalah yang menguasai tanah atau yang memiliki atas hak meskipun ada perdebatan cukup panjang,” beber Munir “mungkin juga mereka (warga Ex-Irigasi) tidak memiliki atas hak tanah, akan tetapi mereka tetap harus diberikan ganti rugi,” lanjutnya.

Masih dipaparkan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila itu, maksud pemerintah dalam UU ini bukan menyebarkan kemiskinan tapi justru menyebarkan kesejahteraan. Karena itu asasnya di dalam pasal 2B ada masalah Keadilan.

“Bahwa yang dimaksud Keadilan disini bukan juga masalah hukum akan tetapi dibidang ekonomi. Jadi supaya masyarakat yang tengah digusur tadi mendapatkan ganti rugi yang layak, jadi bukan dibuang begitu saja lalu pemerintah diam tidak bertanggung jawab terhadap nasib masyarakat secara keseluruhan,” terangnya.

Munir juga membeberkan turunan payung hukum pelaksanaan ganti rugi yakni Peraturan Presiden No 71 Tahun 2012 pasal 21, hikmahnya bahwa tanpa surat selembar pun rakyat berhak menerima ganti rugi.

“Asal bisa dibuktikan dari yang bersangkutan bahwa telah menempati tanah selama puluhan tahun dan ada pihak – pihak berkompeten menjadi saksi bahwa disitu memang masyarakat disitu benar telah menguasai tanah tersebut selama puluhan tahun,” pungkasnya.

“Setau saya di dalam satgas itu menilai selama 25 tahun tanpa alas hak menguasi tanah berhak mendapat ganti rugi. Bahkan di dalam UU Pokok Agraria selama 10 tahun menempati lahan tanpa alas hak, mereka diperbolehkan melakukan sertifikasi terhadap tanah negara yang mereka kuasai,” terangnya.

Dijelaskan sesuai salah satu kuasa hukum tergugat, pertanyaan mitra kerja pada saat sebagai pansus pembuatan UU itu yakni stakeholders Menteri Agraria/BPN dan Menteri Hukum dan HAM.

“Kita selalu membahas UU ini selalu dengan mitra kerja, dan mitra utamanya harus eselon kesatu keatas,” tandas Munir.”yang diperbolehkan mengeluarkan keterangan atau klaim atas tanah itu kementerian Agraria bukan kementerian atau lembaga lainnya”.

Untuk diketahui, sidang selanjutnya dengan kesimpulan perkara nomor 449/Pdt.G/2019/PN.Tng yang akan dilayangkan pada 8 Januari 2020 mendatang oleh Majelis Hakim (Red)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Unggulan

LAINNYA
Open chat
Hello
Can we help you?