Komnas HAM akan Buka Kembali Kasus Kekerasan Oleh Aparat Kepolisian di Desa Wadas Jawa Tengah

MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Yogyakarta, Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Hari Kurniawan MENEGASKAN, Komnas HAM akan membuka kembali kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Kekerasan itu dilakukan karena warga Wadas MENOLAK rencana pemerintah yang menetapkan desa itu sebagai lokasi pertambangan batuan Andesit untuk material
pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo.

“Tidak menutup kemungkinan kami akan membuat tim ad hoc untuk menyelidiki
kasus kekerasan yang dialami warga Wadas,” ujar Hari saat mengunjungi Desa Wadas, Sabtu (04/12/2022).

Di Desa Wadas, Hari yang menjadi anggota komisioner periode 2022-2027 bertemu
dengan puluhan warga Desa Wadas yang MASIH KONSISTEN MENOLAK tambang batuan Andesit karena dinilai akan MERUSAK LINGKUNGAN dan warga akan kehilangan tanah pertaniannya. Akibat penolakan ini, aparat kepolisian melakukan REPRESI terhadap warga pada April 2021 dan Februari 2022.

Baca Juga : Komnas HAM Panggil Densus 88 Terkait Penembakan dr. Sunardi

Pada peristiwa April 2021, banyak kaum perempuan dan anak-anak yang mengalami kekerasan saat menghadang aparat kepolisian yang memaksa masuk ke Desa Wadas. Sedangkan pada Februari 2022, puluhan warga Desa Wadas mengalami kekerasan dari aparat dan ditahan di kantor polisi.

Hari menambahkan Komnas HAM akan membuka Kembali kasus Wadas karena
temuan dan rekomendasi komisioner Komnas HAM periode sebelumnya (2017-2022) TIDAK MEMUASKAN warga. Pihaknya akan membicarakan kasus ini dalam rapat paripurna Komnas HAM pada tanggal 12 dan 13 Desember ini.

“Bila tim ad hoc terbentuk, kami akan turun lagi ke Wadas untuk melakukan penyelidikan,” tambahnya.

Hari mengatakan Komnas HAM periode 2022-2027 menargetkan kasus agraria dalam program kerja enam bulan pertama. Saat ini sudah ada 800-an laporan konflik agraria, sedangkan laporan kekerasan yang dilakukan polisi menduduki peringkat pertama dengan 1600-an kasus.

Salah satu Warga Wadas yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa), Talabudin mempertanyakan mengapa berbagai audiensi dan aksi protes yang dilakukan warga Wadas tidak pernah mendapat respon dari pemerintah. Bahkan tindakan represi dari pemerintah semakin menjadi jadi.

“Sebenarnya hak asasi manusia itu ada atau tidak? Sepertinya HAM itu tidak ada di Wadas,” ujarnya.

Ia menjelaskan warga Wadas semakin banyak yang menerima paksaan pemerintah agar menjual tanahnya (untuk lokasi tambang andesit) bukan karena mereka butuh duit. Tetapi mereka menerima karena sudah lelah dengan berbagai intimidasi dan upaya menakut-nakuti.

Baca Juga : Komnas HAM, Omong Kosong Riwayatmu Kini Tamat

“Jadi mereka menerima karena tidak ada keadilan bagi masyarakat,” tambahnya. Salah satu pemuda Desa Wadas, Siswanto mengatakan bahwa bentuk intimidasi yang digunakan adalah bahwa pemerintah akan melakukan konsinyasi jika warga tak kunjung menyerahkan tanahnya. “Mereka mendapat informasi, pengambil konsinyasi di pengadilan pun katanya tidak mudah,” ujarnya.

Sana Ullaili dari Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih yang mendampingi warga perempuan di Desa Wadas mengatakan hingga saat ini para perempuan dan anak-anak di Desa Wadas masih mengalami trauma akibat dari kekerasan yang dialaminya. Dan saat bertemu dengan Hari, seorang perempuan Desa Wadas, Ngatinah menangis dan sulit bercerita saat mengalami kekerasan dari aparat kepolisian, pada April 2021.

“Saya sempat dipukul dan mengenai bagian muka, kemudian saya dibawa ke kantor polisi,” ujarnya sambil menahan tangis.

Sementara itu Dhanil Al Ghifary dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang mendampingi warga Desa Wadas mengingatkan aparat polisi yang datang ke Desa Wadas itu bukan untuk melakukan pengawalan proses pelepasan tanah tetapi adalah BENTUK AGRESI. Pasalnya jumlahnya sangat banyak sekali dan tidak hanya 250 personil seperti dilaporkan dalam temuan Komnas HAM periode lama.

“Kami melihat itu adalah bentuk pelanggaran HAM berat,” tegasnya.

Seperti diketahui, pemerintah sedang membangun Bendungan Bener di Kecamatan
Bener, Kabupaten Purworejo dan Wonosobo untuk keperluan pengairan, listrik dan menyuplai air untuk bandara Yogyakarta Internasional Airport (YIA). Sebagai salah satu bukit yang menyimpan kekayaan alam berupa batuan andesit, dan dekat dengan lokasi Bendungan. Sehingga dengan alasan tersebut Pemerintah dan pemrakarsa memilih desa Wadas sebagai tempat yang akan di tambang tanpa mempertimbangkan dampak dari adanya proyek tersebut.

Dalam pertemuan tersebut warga Wadas meminta agar tidak hanya pelaku kekerasan di lapangan yang ditindak tetapi Presiden RI, Gubernur Jawa Tengah, Polri dan lembaga serta pemerintahan terkait juga harus dievaluasi mengenai rencana tambang di Desa Wadas.(BTL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.