Oleh: Dahlan Pido SH MH (Praktisi Hukum/Advokat Senior) MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kota Tangerang Selatan, AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) adalah analisis/dokumen Ilmiah yang bertujuan untuk kelayakan melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Pembangunan suatu proyek tanpa menggunakan AMDAL akan merugikan Rakyat (masyarakat umum) di sekitar areal maupun yang melewati areal tersebut, seperti pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), dan pembangunan pindahnya Ibu Kota Negara, di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Pertanyaan besarnya, apakah Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dan kepindahan Ibu Kota Negara (IKN) dan mega proyek lain itu telah memperhatikan dan memenuhi pesyaratan dokumen ilmiah (AMDAL) ? Kita ketahui bahwa setiap pembangunan mega proyek itu banyak penolakan masyarakat karena merugikan mereka, dikerjakan tanpa skala perioritas/kelayakan, berbiaya tinggi dan bukan menjadi hal yang mendesak untuk kepentingan rakyat.
AMDAL adalah analisis ilmiah yang meliputi berbagai macam faktor seperti biologi, fisika, kimia, hukum, sosial, ekonomi, agama dan budaya yang dilakukan secara menyeluruh. Alasan diperlukannya AMDAL adalah studi ilmiah untuk kelayakan melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan karena diharuskan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah untuk menjaga lingkungan hidup dari kerusakan, seperti pada Pasal 1, UU No 23 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sedangkan dalam Pasal 24 (ayat 1-6) disebutkan, dokumen AMDAL merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, yang menetapkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup, sementara Pasal 37 menjelaskan, Izin Usaha dapat dibatalkan apabila penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup.
Sebagai contoh dialami pada pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang berjarak +/- 143 KM, masyarakat merasakan dampak negatifnya, seperti :
Proyek KCJB ini bermasalah karena dipaksakan sejak awal, menabrak aturan AMDAL dan penataan ruang yang tertuang di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota yang dilewati proyek. Kualitas dokumen AMDAL juga sangat lemah sehingga banyak terjadi masalah.dengan kurangnya sosialisasi/konsultasi publik dan dilakukan terburu-buru/singkat, sehingga Studi AMDAL tidak bermakna karena tidak menyasar seluruh unsur warga yang akan terkena dampak kerusakan Lingkungan.
Poyek ini terlihat misterius, dan banyak tolakan baik dari para Anggota DPR RI maupun masyarakat umum, utamanya para ekonom, berbiaya tinggi dan bukan menjadi hal yang mendesak untuk kepentingan rakyat.
Demikian pula wacana pindah Ibu Kota Negara (IKN) digaungkan seusai penetapan pemenang pemilihan presiden pada pertengahan tahun 2019, proses begitu cepat untuk sebuah rencana senilai ratusan triliun rupiah. Kemudian Presiden secara resmi meminta izin dalam rapat paripurna MPR pada 16 Agustus, sebuah surat lalu dikirim ke pimpinan DPR dengan mengungkapkan sudah ada hasil kajian dan meminta dukungan.
Baca Juga : Abaikan Amdal, Warga Pondok Benda dan Maruga BLOKIR Akses Jalan Proyek Cendana Extension 2
Apakah kajian itu sudah memperhatikan terkait dengan Lingkungan Hidup dan Hutan, seperti yang ditentukan oleh UU, dalam :
Apakah pindah ibu kota negara itu sudah sesuai dengan ketentuan/aturan, dan apa mendesak untuk kepentingan rakyat, karena dengan terburu-buru bisa mengundang bencana finansial dan ekologis. Kita tentu tidak ingin seperti buruknya megaproyek sawah sejuta hektare di Kalimantan Tengah terulang.
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) proyek itu baru dibuat enam bulan setelah proyek itu berjalan. Rekomendasi sempat dikeluarkan agar proyek ini dibatasi sekitar 100 ribu hektare saja, tapi tidak digubris, nilai ekonomi proyek raksasa senilai Rp2,5 triliun yang hasilnya sia-sia tidak kelihatan.
Pemindahan ibu kota ini nilainya diperkirakan Rp485,2 triliun, sedihnya, proses yang tidak mengungkap secara detail kajian yang sudah dilakukan tentang kelayakan daerah yang dituju, irisan antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Publik buta tentang pertimbangan wilayah itu dipilih di banding alternatif lain yang pernah ada, pertimbangan yang kita dengar hanya sepi dari goyangan gempa tentu saja tak cukup, namun presentasi kajian dari Bappenas telah dilakukan dan diselesaikan pada 2017-2019 tanpa penjelasan rinci.
Pendapat sejumlah pakar dari beberapa disiplin ilmu yang mengajak diskusi secara terbuka dan fokus supaya tepat dalam pelaksanaannya tidak terakomodir, yang ada hanya terbatas pada rapat-rapat istana, sehingga menghasilkan keputusan yang misterius, semena-mena, jangan sampai ada faktor lain, seperti politik atau ekonomi untuk memperkaya kelompok tertentu, dalam pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) kita tercinta.(BTL)
Tidak ada komentar