MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kota Tangerang, Bentuk kesadaran yang diulang dari sebuah catatan dokumenter semangat zaman atas warisan sejarah ataupun dokumentasi fakta ilmiah maka Kata Replika dapat mewakili ungkapan untuk dapat kembali menuangkan rasa pembangkit perulangan sebuah peristiwa yang sungguh mengesankan. Kata (Replika) tersebut ternyata berasal dari bahasa Latin “replica”, yang berarti “membalas” atau “mengulangi”.
Penulis terbersit mengulas kata ini dalam konteks penggalian makna atas sebuah peristiwa penguatan kebangkitan kesadaran pentingnya untuk dapat melebur tekad dan semangat kuat gerakan memandu agar persatuan dapat terwujud guna keluar dari cengkraman penjajahan di Nusantara yang terus diwariskan kepada generasi ke generasi selanjutnya mewujud menjadi sebuah keputusan penting oleh Negara yaitu secara resmi lahirnya Gerakan Kepanduan Indonesia Bernama Gerakan Pramuka tepatnya sejak Gagasan awal kepanduan tahun 1916 oleh Pangeran Adipati Arya (Mangkunegaran VII) singkat cerita kemudian dari berbagai upaya penyatuan serta penyeragaman gerakan kepanduan di Indonesia dilanjutkan hingga 14 Agustus 1961 yang diamanatkan oleh Presiden RI Pertama Ir Soekarno Kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Ketua Tim Perumus Pembentukan Gerakan Pramuka, beliau mengusulkan nama Poromoko yang berarti Para tentara pengawal istimewa kerajaan terdepan, yang kemudian atas peran dan kiprahnya dalam penyatuan gerakan kepanduan Indonesia dinobatkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia.
Baca Juga : HUT Kemerdekaan RI, Ada Promo Menarik dari Fame Hotel Gading Serpong | replika
Penting kiranya penulis sedikit mengulas biografi singkat Bapak Pramuka Indonesia Sri Sultan Hamengkubuwono IX aktif di kegiatan kepanduan sejak prakemerdekaan Indonesia. Kelahiran Yogyakarta, 12 April 1912 yang terlahir dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun. pada usia 3 tahun ditetapkan sebagai putra mahkota (Kader Persiapan Raja ) dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram.
Mengawali pendidikan taman kanak-kanak di Sekolah Frobel di bawah Juffrouw Willer di Bintaran Kidul kemudian pendidikan dasar di Europeesch Lagere School (ELS) di Yogyakarta, selesai di tahun 1925, dimasa inilah Beliau tercatat aktif menjadi pandu welp di tahun 1921. Istilah “welp” dalam konteks NIPV (Nederland Indische Padvinders Vereeniging) merujuk pada kelompok pramuka untuk anak-anak, khususnya di jenjang siaga. “Welp” atau “pandu siaga” adalah tingkatan awal dalam organisasi kepanduan yang ditujukan untuk anak usia 6-11 tahun, di mana mereka diajarkan keterampilan dasar dan nilai-nilai kepramukaan.
Baca Juga : Jokowi: Bangun Komunikasi Partisipatif Masyarakat Berbasis Data Sains | replika
Usai menamatkan sekolah tingkat dasar ia melanjutkan pendidikan di Hoogere Burger School (HBS) di Semarang, Bandung dan Harlem, lulus pada tahun 1931, masuk Fakultas Indologi (ilmu Indonesia) di Departemen Ekonomi Universitas Leiden Belanda. Kembali ke Indonesia pada tahun 1939. Setahun Sejak Pulang Dari Belanda Pada 8 Maret 1940, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan dianugerahi Sebagai Sampeyandalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panoto Gomo, Kalifatulla Ingkang Kaping IX dikukuhkan menjadi seorang Raja Jawa Ngayogyakarta Hadiningrat. Bersambung. (Della)
Oleh : Andi Irawan (Pembina Pramuka di Kota Tangerang)
Tidak ada komentar