MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kabupaten Tangerang, Ketidakberdayaan Praktis berpijak pada Pemikiran yang terlalu abstrak dapat mengakibatkan kurangnya tindakan nyata dalam menghadapi masalah sosial, lingkungan, dan ekonomi di bumi, sehingga mengabaikan isu-isu mendesak yang memerlukan perhatian mengakibatkan stagnan pemikiran segar yang menggerakkan. Stagnasi Inovasi disebabkan kurangnya penerapan ide-ide yang diperoleh dari pengamatan langit (wacana luas) dapat menghambat inovasi dan kemajuan teknologi yang seharusnya bermanfaat bagi kehidupan manusia di bumi._______________Baca Juga : Tadarus Dignity Bawaslu Membumikan Pengawasan Kepemiluan atau Pemilihan Serentak 2024
Isu yang paling menarik sering menjadi persoalan nyata di muka bumi adalah Selalu ramai diperbincangkan tentang persoalan keterpilihan seseorang atau kelompok manusia untuk mendapatkan legitimasi memimpin sekaligus mengelola suatu perkumpulan atau komunitas besar dalam menempati suatu wilayah/daerah tertentu menuju cita cita nalar kebahagiaan sosial secara kolektive. Nalar sosial kolektive dibumikan dalam kontek politik dan demokrasi sering dipersepsikan pada melaksanakan hajat pemilihan kepala daerah. Tentu ada hal penting yang wajib ada sebagai pengawasan secara bersama melibatkan partisipasi publik yang lebih luas, agar penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dapat dilaksanakan secara transparan adil dan demokratis.
Lalu bagaimana mendekatkan segala upaya yang diinginkan sebagai nalar kebahagiaan kolektif sosial yang begitu luhur dan mulia namun masih dirasakan berada di atas langit pemikiran. Tentu saja dalam hal konteks mendekatkan upaya mewujudkan nilai luhur tersebut menjadi nyata, kita pahami dulu apa arti “membumikan pengawasan partisipatif“, bahwa merujuk pada upaya untuk mengintegrasikan dan menerapkan prinsip-prinsip pengawasan partisipatif dalam konteks nyata, sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam proses pengawasan, khususnya dalam pemilihan. Ini mencakup pendidikan dan keterlibatan masyarakat untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pelaksanaan pemilihan. Dengan demikian, pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga resmi, tetapi juga melibatkan seluruh elemen masyarakat sebagai bagian dari proses demokrasi yang lebih luas.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 akan dilaksanakan tidak lama lagi sehingga sangat dirasakan Pemilu yang baru saja usai dengan segala persoalan yang belum dianggap tuntas diakui Secara legitimed dilanjutkan dengan tahapan Pilkada berdekatan, menambah kompleksitas bagi penyelenggara. KPU mengakui kesulitan dalam konsentrasi karena berhimpitan dengan irisan tahapan ini, yang dapat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan.
Pertanyaan mendasar dalam siklus Pemilu 2024 yang baru saja usai pun masih menyisakan berbagai persoalan kemudian terkait pondasi hukum problematik, apakah semua ini akan terus menimbulkan keragu-raguan terhadap legitimasi hasil pemilu….? akankah hal seperti ini harus terus dilalui dan tetap dinikmati…?. Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini kadang-kadang tidak boleh dipertanyakan apalagi untuk sekedar digelar dalam forum terbuka para generasi muda yang masih memiliki jiwa merdeka sebagai batu uji konsistensi dan koherensi sebuah konsep kebermaknaan. Makna dalam konteks relasi sosial apapun dan relasi dasar berkehidupan manapun.
Menurut Socrates, “hidup yang tidak dipertanyakan atau diuji tidak layak dijalani” mengandung makna mendalam tentang pentingnya refleksi diri dan pencarian makna dalam hidup.
Dalam konteks ini, Socrates menekankan bahwa setiap individu harus melakukan introspeksi dan bertanya tentang keyakinan, tindakan, dan tujuan hidup mereka. Tanpa pengujian dan pertanyaan, hidup menjadi tidak berarti dan tidak memiliki substansi.
Socrates percaya bahwa cinta akan kebijaksanaan adalah cara untuk menjalani kehidupan yang bermakna. Ia mengajak orang untuk berani menghadapi tantangan dan belajar dari pengalaman, termasuk kegagalan. Dengan demikian, pernyataan ini mengingatkan kita bahwa kehidupan yang non penuh pemikiran dan pertanyaan adalah kunci untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita dan dunia di sekitar kita.
Maka sangatlah bijak dan tepat bila satu ungkapan terkenal menemukan esensinya dalam memeriksa relasi kita untuk berkeseimbangan, saling membutuhkan secara sosial yaitu adalah satu ungkapan Socrates paling berpengaruh dengan istilah Gnothi Seauton “kenalilah dirimu sendiri.” Hingga tak heran jika Pepatah ini pun akhirnya terukir di Kuil Apollo di Delphi dan menjadi simbol universal mengajak setiap individu untuk memahami diri mereka sendiri, termasuk memahami lapisan di sekeliling yang melingkupi berbagai persoalan interaksi peran sosial serta keterbatasan dan sifat kemanusiaannya.
Baca Juga : Pengawasan Praktik KLIENTELISME Political Racing | membumikan
Sekeliling lapisan persoalan relasi Sosial di masyarakat yang semakin permisif, kerap kali nalar kolektive masa telah semakin mengaburkan nilai nilai budaya luhur yang selama ini dianut secara kuat menjadi serba boleh ketika proses demokrasi siklus lima tahunan berlangsung. Kecendrungan sikap sosial lebih menerima gejala awal praktik-praktik korupsi berjamaah masa kampanye dalam praktik money politik atau perilaku menyimpang lainnya sebagai hal yang dianggap lumrah bahkan berkah proses setiap pemilu ataupun pilkada dan itu semua semakin menjadi hal yang biasa.
Kemudian nalar sosial permisif pun menggiring masyarakat hanya Bisa atau mungkin nyaman dibuat terbiasa Clingak Clinguk nggak nyambung dan bertanya-tanya dengan drama percekcokan yang terjadi antar kalangan para elit, apakah itu berkaitan langsung dengan kebutuhan rakyat yang selama ini didominasi tak lebih dari hanya sekedar meraih kepentingan keterpilihan panggung kekuasaan.
Bahwa janji politik pada masa kampanye para calon di saat pemilihan kepala daerah jangan sampai mengorbankan masa depan rakyat yang hanya mendapatkan kegembiraan, kebahagiaan candu ilusi kosong tidak bertanggung jawab yang akhirnya merusak tatanan kedamaian berupa semburan sisa-sisa pertempuran antar calon atas Kepulan asap hitam yang ditimbulkan dari cerobong asap kepentingan politiknya semata. Maka kiranya setiap individu bertanyalah kenali apa yang menjadi peran kita sebenarnya dalam setiap apapun tugas dan keterpanggilan hidup bermasyarakat guna memenuhi ruang kebermaknaan kita sebagai bagian entitas penting warga negara demokratis.
Baca Juga : Pungli di BPNT PKH Desa Gempol Sari Kembali Mencuat | membumikan
Kemudian apa yang dapat diharapkan bila publik awam hanya mengenal proses demokrasi dengan orientasi janji instan ketercukupan mobilisasi saat hajat perhelatan demokrasi, bukan pada bagaimana terciptanya edukasi perlindungan bagi kemakmuran suatu negeri dan bangsa secara utuh serta tuntas hingga ke akar persoalannya.
Penulis, sebagai bagian dari masyarakat di Kabupaten Tangerang, merasa perlu mengajak pada kita semua untuk berperan aktif dalam mengawal demokrasi. Dalam konteks Pilkada 2024, bahwa Penjabat Bupati Tangerang, (Andi Ony) pun, menekankan pentingnya menjaga stabilitas dan keamanan. Sebagai bagian dari aparatur mengajak semua elemen untuk berkomitmen pada kampanye damai dan meningkatkan partisipasi pemilih, terutama pemilih pemula, guna mencapai pemilihan yang aman dan berintegritas.
Keterlibatan langsung partisipasi publik dalam mengawal proses demokrasi di kalangan masyarakat biasa maupun Para kaum tercerahkan sangatlah dibutuhkan guna memberikan kontribusi positif menciptakan suasana nalar politik edukatif pada tahapan pemilihan kepala daerah yang sedang berlangsung.
Maka bentuk pertanggungjawaban kita sebagai bagian penting dalam proses tahapan pemilihan kepala daerah agar secara penuh menyadari pentingnya menjadi manifest perbaikan nalar sosial yang permisif menuju nalar sosial saling mencerahkan berinisiatif setiap individu untuk melibatkan diri tergerak aktif dengan keberanian mengambil peran terbaik Kita sendirian ataupun kolektive siap menghadapi serta menanggung produk akibat apapun konsekwensi perbuatan pilihan peran dan keputusan terbaik kita, pertanggungjawaban itu insiatif sifatnya mandiri, maka lakukan juga secara bebas merdeka dapat berpikir kritis dan luas, tidak ada alasan bahwa seseorang itu hanya ikut-ikutan saja saat proses pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 ini digelar.
Baca Juga : Buruk Koordinasi Saat Pengerjaan Menara Dan Kabel Sutet, Warga Pondok Bahar Marah Kepada PLN | membumikan
Proses pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 akan sangat efektif dan berkualitas apabila semua peran sipil dapat memaknai keterlibatan aktif dalam pengawasannya, berangkat dari nalar sikap sosial pemilih di setiap pemilihan kepala daerah yang masih dan lumrah terjadi, sejatinya peran lembaga pengawas pemilu tidak berada pada ruang hampa. Peran pengawas pemilu memiliki beban yang cukup kompleks dan rumit bila tugas-tugas kewenanganya hanya berkutat dan bertumpu kepada kemampuan internal, karena peran internal hanya dirasakan bermartabat secara melangit dan tinggi menjulang jauh dari sentuhan denyutan nyata langsung dari problem di masyarakat.
Dampak dari tidak membuminya kesadaran mengawal tahapan demokrasi baik pemilu maupun pemilihan kepala daerah ditengah peran publik secara merakyat, tentu saja tingkat kecurangan dan pelanggaran berdaya rusak semakin marak. Tak terhindarkan kerusakannya bila hal ini tidak segera diantisipasi dengan partisipasi publik guna mendukung peran tugas pengawasan Bawaslu, terutama pada rasa aman dan kedamaian atas kepastian hukum tegaknya proses demokrasi minim terpenuhi, otomatis akan memantik kekalutan meluas tak terkendali. Menjadi tantangan peran Bawaslu untuk lebih meningkatkan kewenangannya menggerakkan keterlibatan luas partisipasi pengawasan publik.
Tantangan terbesar dalam membumikan pengawasan partisipatif menurut Afifudin dalam uraian bukunya Membumikan Pengawasan Pemilu (saat menjadi pimpinan Bawaslu RI), meliputi beberapa aspek. Pertama, rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh ketidakpercayaan terhadap proses politik dan pemimpin, yang membuat masyarakat acuh terhadap pemilu. Kedua, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang mekanisme pengawasan dan pelanggaran pemilu, yang dapat menghambat keterlibatan aktif mereka. Ketiga, masalah pendanaan untuk aktor pengawas pemilu, yang diperlukan agar mereka dapat menjalankan tugasnya secara efektif.
Membumikan pengawasan partisipatif masih menurut Afifudin menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan pemilu. Dalam bukunya, Afifudin menjelaskan bahwa pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga resmi seperti Bawaslu, tetapi juga harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan pemilu yang transparan dan akuntabel, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu. Bawaslu berupaya memperkuat pengawasan partisipatif melalui berbagai program dan inisiatif yang melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses pengawasan.
Baca Juga : Aneh, Padahal Warga Cikareo Tangerang Ko Bisa Gak Dikasih Pembagian Sembako? | membumikan
Pengawasan partisipatif telah dibumikan dapat diakses publik untuk dinikmati dan dijadikan trend aktualisasi mengenal potensi diri meliputi berbagai inisiatif yang melibatkan masyarakat contohnya adalah: Kelurahan Pengawasan: Program yang diinisiasi oleh Bawaslu dimana masyarakat di kelurahan tertentu melakukan pengawasan, pencegahan, dan pelaporan pelanggaran pemilu. Forum Warga Pengawasan Pemilu: Masyarakat berkumpul dalam forum untuk mendiskusikan dan mengawasi proses pemilu, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu: Masyarakat di seluruh Indonesia berpartisipasi dalam mengawasi pemilu melalui gerakan sukarela.Pendidikan Pengawasan Partisipatif: Program yang memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka dalam pengawasan pemilu. Gowaslu: Program berbasis teknologi informasi yang memanfaatkan media sosial untuk menyebarluaskan informasi dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan.
Saka Adyasta Pemilu adalah satuan karya Pramuka yang dibentuk untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota Pramuka dalam pengawasan pemilu. Inisiatif-inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam menjaga integritas pemilu.
Inovasi pengawasan partisipatif telah mengantarkan antusias me publik untuk turut serta andil dalam berkontribusi mewujudkan keadilan pemilu yang dinamis dan demokratis sehingga masyarakat menjadi tergerak dan terus kreatif melaksanakan apa yang menjadi ide segar yang dibutuhkan secara aktual kemudian lebih berani untuk melaporkan segala bentuk pelanggaran yang mungkin terjadi. Menurut Peraturan Bawaslu No 2 Tahun 2023 dijelaskan Pengawasan partisipatif adalah suatu bentuk keterlibatan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan pemilu. Pengawasan ini bertujuan untuk: Pendidikan Politik: Masyarakat diberi pengetahuan tentang proses pemilu dan peran pengawasan.
Penciptaan Kader: Menghasilkan tokoh penggerak yang mampu melakukan pengawasan secara efektif. Model dan Metode Pengawasan: Mengembangkan metode pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan.
Melalui pengawasan partisipatif, masyarakat dapat berperan aktif dalam memantau pelaksanaan pemilu, melaporkan pelanggaran, dan mencegah terjadinya kecurangan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, terdapat empat jenis pelanggaran dalam pemilihan kepala daerah:
1. Pelanggaran Pidana Pemilihan: Tindakan yang melanggar ketentuan hukum pidana terkait pemilu.
2. Pelanggaran Administrasi: Kesalahan dalam tata cara, prosedur, atau mekanisme pelaksanaan pemilu.
3. Pelanggaran Kode Etik: Pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu.
4. Pelanggaran Hukum Lainnya: Pelanggaran yang diatur di luar undang-undang pemilu, seperti ketidaknetralan ASN.
Dalam pemilihan kepala daerah, terdapat dua jenis pelanggaran administratif yaitu
1. Pelanggaran Administrasi Umum: Ini mencakup pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme pelaksanaan pemilihan, yang ditindaklanjuti oleh KPU berdasarkan rekomendasi dari Bawaslu.
2. Pelanggaran Administrasi Terstruktur, Sistematis, dan Masih (TSM): Ini adalah pelanggaran yang dilakukan secara terencana dan terorganisir, dan penanganannya dilakukan oleh Bawaslu Provinsi.
Dengan demikian, melalui pendekatan pengawasan partisipatif, diharapkan proses pemilihan kepala daerah pada tahun 2024 mendatang dapat berjalan dengan lebih lancar, jujur, dan adil, serta hasilnya benar-benar dapat dipercaya oleh masyarakat. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi di Indonesia. Inovasi membumi terhadap pengawasan partisipatif apakah benar-benar telah diminati oleh publik terutama generasi muda….? yang sudah tentu masih memiliki semangat kreatif dan lebih produktif agar memanfaatkan durasi kesempatan memaknai aktualisasi hidup yang diberikan Tuhan Sang Maha Perkasa sebagai bentuk rasa syukur kita kepada-NYA, yaitu kemampuan mengapresiasi serta menjalani proses mengenali diri sendiri hingga akhirnya mampu menemukan peran-peran terbaik di alam dunia nyata, khususnya di muka bumi Indonesia tercinta. Wallahu a’lam bishawab. (*)
Oleh: Andi Irawan
Insan Pembelajar Penggiat Kepemiluan/ Ketua Mabisaka Adhyasta Pemilu
Tidak ada komentar