Oleh: Dahlan Pido, SH., MH. (Praktisi Hukum/Advokat) MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kota Tangerang Selatan, Abuse of Power bisa saja terjadi dilakukan oleh penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian dan KPK) jika dilakukan sewenang-wenang terhadap seseorang, tindakan itu dilakukan untuk kepentingan tertentu yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam Hukum Pidana, ada yang dikenal dengan asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Pravia Lege (tidak dipidana jika tidak ada kesalahan) atau yang sering disebut dengan asas legalitas. Asas ini menjadi dasar pokok dalam menjatuhi sanksi pidana pada seseorang yang melakukan perbuatan pidana, artinya seseorang baru dapat diminta pertanggungjawabannya apabila melakukan perbuatan atau kesalahan (schuld) yang melanggar peraturan perundang-undangan.
Baca Juga : Putusan MK No 37/PUU-XVIII Tentang UU Nomor 2/2020 Membatalkan ABUSE Of POWER
Bahwa seseorang dapat dimintakan pertanggungjawaban karena 2 (dua) unsur, yakni:
Baca Juga : Diduga Banyak Pejabat yang Bermain dalam Pembangunan Gedung DPRD Tangsel, KPK Diminta Turun Tangan | abuse
Para penegak hukum masih keliru memahami Pasal-pasal dalam UU No. 20 Tahun 2001, Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, seperti Pasal 2, Pasal 3, Pasal 18 dan Pasal-pasal lain UU Tipikor.
Mereka lebih menekankan pada unsur kerugian Negara daripada unsur memperkaya diri sendiri. Seharusnya cara pembuktiannya terbalik, membuktikan unsur perbuatan memperkaya diri sendiri terlebih dahulu, baru membuktikan unsur kerugian Negara, kesalahpahaman tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Unsur merugikan keuangan negara dan melawan hukum, hanya sebatas sarana atau cara bagi pelaku untuk melakukan tindakan korupsi.
Baca Juga : KPK Akan Segera Menyelidiki Kasus Robohnya TPA Cipeucang | abuse
Apabila seseorang tidak pernah terlibat dalam suatu tindak pidana Korupsi maupun tidak punya niat untuk melakukan tindak pidana Korupsi, atau tidak pernah menerima hadiah atau janji yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya, maka orang tersebut tidak dapat dipidana.
Jika ini yang terjadi ketentuan atau norma UU Tipikor menjadi liar dan cenderung keluar dari asas-asas hukum pidana, sehingga tidak memberikan jaminan perlindungan hukum dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Dan berlawanan dengan hukum jika hal ini menyebabkan seseorang harus di hukum akibat asumsi/pikiran maupun tindakan yang dilakukan oleh orang bukan karena perbuatannya (Pasal 11 UU Tipikor).
Baca Juga : Aksi Mafia Tanah di Kabupaten Tangerang Merajalela, Resahkan Warga | abuse
Tindak pidana korupsi seharusnya memperhatikan unsur perbuatan memperkaya diri sendiri/korporasi terlebih dahulu, baru kemudian melihat adakah unsur perbuatan melawan hukum atau tidak. Hal utama yang tidak dapat dilewatkan adalah adanya audit BPK atau BPKP, tanpa audit maka Jaksa tidak dapat membuktikan adanya kerugian keuangan negara, kecuali tertangkap tangan dengan memberi dan menerima uang (suap).
Bahwa dalam UU TIPIKOR dikenal dengan penerapan sistem pembuktian terbalik, seperti diatur dalam Pasal 37 UU TIPIKOR yang berbunyi, ayat (1): Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, sedangkan ayat (2) menyatakan, dalam hal Terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh Hakim Pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.
Untuk menjunjung proses hukum yang adil dan asas praduga tak bersalah, maka menurut hemat kami, pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji ada hubungan dengan jabatannya harus dapat dibuktikan, karena Hukum kita menganut sistem pembuktian negatif, yakni menggabungkan unsur keyakinan Hakim dengan unsur pembuktian menurut undang-undang. Kedua unsur tersebut harus terpenuhi ketika Hakim menjatuhkan putusan bebas atau bersalah.
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan Terdakwa yang bersalah melakukannya.
Baca Juga : Warga Curug Tetap Minta Tutup Semua Perusahaan Peternakan Ayam Ilegal di Wilayahnya | abuse
Banyak kasus yang ketika dikaji sebenarnya bukan korupsi karena tidak ada niat jahat untuk korupsi, namun lebih prosedur administratif/sistem, seperti:
Dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik).
Melakukan penyelesaian masalah dan hambatan dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional atau untuk memberikan dukungan dalam percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dalam rangka mengatasi persoalan yang konkret dan mendesak. Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia harus melihat:
Baca Juga : Kondisi Hukum Kita Saat Ini Antara Ada dan Tiada | abuse
a. Mendahulukan proses administrasi Pemerintahan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebelum melakukan penyidikan atas laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
b. Meneruskan/menyampaikan laporan masyarakat yang diterima oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional kepada pimpinan kementerian/lembaga atau Pemerintah Daerah untuk dilakukan pemeriksaan dan tindak lanjut penyelesaian atas laporan masyarakat, termasuk dalam hal diperlukan adanya pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);
c. Melakukan pemeriksaan atas hasil audit APIP mengenai temuan tindak pidana yang bukan bersifat administratif yang disampaikan oleh pimpinan kementerian/lembaga atau Pemerintah Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
Baca Juga : Ketua FKMTI Korban Perampasan Tanah Ditetapkan Sebagai Tersangka, Adanya Dugaan Kriminalisasi | abuse
d. Melakukan pemeriksaan atas hasil audit APIP sebagaimana dimaksud pada angka 3, dengan berdasarkan: a. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik; b. alasan yang objektif; c. tidak menimbulkan konflik kepentingan; dan d. dilakukan dengan iktikad baik;
e. Tidak mempublikasikan pemeriksaan secara luas kepada masyarakat sebelum tahapan penyidikan;
f. Menggunakan pendapat dan/atau penjelasan/keterangan ahli dari kementerian/ lembaga yang berwenang sebagai tafsir resmi dari peraturan perundang-undangan terkait;
Baca Juga : FKMTI Sarankan Mabes Polri Buka Data Warkah SHGB Bermasalah | abuse
g. Menyusun peraturan internal mengenai tata cara (Standar Operasional dan Prosedur/SOP) penanganan laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagai dasar pelaksanaan tugas di masing-masing jajaran unit instansi vertical;
h. Memberikan pendampingan/pertimbangan hukum yang diperlukan dalam percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional;
Inpres No. 1 Tahun 2016 tentang DISKRESI
Bahwa Pasal 22 ayat (1) menyebutkan, bahwa Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang, ayat (2): Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan untuk: a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; b. mengisi kekosongan hukum; c. memberikan kepastian hukum; dan d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Diskresi dalam Pasal 23 menyebutkan, Diskresi Pejabat Pemerintahan meliputi: a. pengambilan Keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan; b. pengambilan, b. pengambilan Keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur; c. pengambilan Keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan d. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.
Oleh karena itu Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI dan KPK dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan TIPIKOR yang terkait kewenangan Penjabat harus mendahulukan proses administrasi Pemerintahan sesuai ketentuan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebelum melakukan penyidikan atas laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Bahwa pimpinan kementerian/lembaga atau Pemerintah Daerah untuk dilakukan pemeriksaan dan tindak lanjut penyelesaiannya, termasuk diperlukan adanya pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Suatu ketentuan atau norma UU Tipikor menjadi liar dan cenderung keluar dari asas-asas hukum pidana, jika tidak memberikan jaminan perlindungan hukum dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Dan akan berlawanan dengan hukum jika hal ini terjadi, yang menyebabkan seseorang harus di hukum akibat asumsi/ pikiran maupun tindakan yang dilakukan oleh orang bukan karena perbuatannya.(BTL)
Tidak ada komentar