Dejavu Kemelut Kedaulatan Perdamaian dalam Perspektif Human Right

Oleh: Andi Irawan
MediaBantenCyber.co.id (MBC) Kabupaten Tangerang, Fenomena kemelut kedaulatan perdamaian dunia serasa dejavu. Pengertian ‘dejavu’ berasal dari bahasa Prancis yang artinya sudah pernah melihat. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Emile Boirac, seorang filosofis dan ilmuwan asal Prancis pada tahun 1876. Arti dejavu dikutip dari jovee. Bahwa Kedaulatan suatu bangsa meneguhkan perdamaian dunia, adalah sebagai formulasi konsep perwujudan hak asasi manusia meskipun masih adanya kontroversi. Umumnya seiring dengan perkembangan teknologi dan peradaban, masyarakat internasional modern yang berperadaban maju telah lama aktif menginterupsi alasan dibolehkannya suatu negara menggunakan jalan perang sebagai paradigma lama, ekspansive destruktif guna memperkuat eksistensi negaranya. Tragedi kemanusiaan dalam Fenomena konflik kedaulatan yang memilukan dan menyayat hati pandangan dunia, terus berlangsung semakin mengoyak narasi dan komitmen bahwa keadilan, kemerdekaan adalah hak segala bangsa.

Sebagai fenomena kajian umum, dejavu kemelut Konflik pertahanan kedaulatan terwakili secara luas seperti yang terjadi di Bumi Palestina menghadapi zionis Israel, fenomena dejavu Palestina telah lama mengguncang tatanan ikatan simpul peradaban terbuka. Perhatian duka dunia belum menunjukan kesamaan pandangan untuk bagaimana mendamaikan konflik kedaulatan yang berkepanjangan ini. Bagi sementara perbincangan, pembahasan hak azasi oleh sebagian penggiat kemanusiaan, seakan terjadi perbedaan pandangan secara fundamental. Ketika tragedi konflik ketegangan yang merusak serta mengorbankan banyak warga sipil oleh terorisme belahan dunia lain, selain tragedi konflik kemelut kedaulatan Palestina maka segera banyak pihak terutama pengamat terorisme serta pengagung HAM (hak azasi manusia) dapat bereaksi dengan cepat mengglobal tragedi kemanusiaan diatasi bersama. Lalu bagaimana dengan kondisi kemelut kedaulatan di bumi Palestina?, Sudah lebih dari ironi kemanusiaan untuk diceritakan atau dibicarakan sebagai bencana bagi warga sipil, terjadi pada kedua belah pihak Palestina dan Israel. Belum juga ada tindakan yang tegas untuk dunia mengagendakan sebuah perdamaian menuntaskan konflik berdarah tesebut.

Sebelum lebih dekat melakukan penilaian dan menyikapi berlarutnya fenomena kemelut di kedua belah pihak yang mempertentangkan wilayah kedaulatannya baik negri Palestina dan zionis Israel, penulis mencoba mengurai untuk melihat Dejavu kemelut kedaulatan ke belakang tentang bagaimana histori yang terjadi sebelumnya. Bagaimana sebenarnya asal-usul negara Palestina itu sendiri? Benarkah anggapan orang-orang Yahudi bahwa Palestina merupakan tanah air mereka yang dijanjikan oleh Tuhan?. Pada awalnya bangsa Palestina dalam perjalanan sejarah adalah penduduk yang berasal datang dari pulau-pulau lautan teduh, khususnya dari pulau Krita dan situasi-situasi tertentu memaksa mereka bergerak ke kawasan-kawasan pesisir Syam dan Mesir. Raja Ramses memerintahkan mereka menempati kawasan selatan Palestina di kawasan-kawasan yang disebut Palast. Buku-buku sejarah dan kitab-kitab suci menyebut nama kawasan ini.

Karena itulah penduduk kawasan ini dinisbatkan kepada Palast. Mereka disebut orang-orang Palast. Dari sinilah nama Palestina berasal, karena dulunya dikenal dengan nama Palast. Seiring perjalanan waktu, nama ini berubah menjadi Palestina. Sumber sejarah ini dikutip dari islampos. Selanjutnya dalam proses masa ke masa, syahdan dikisahkan dalam tafsir kitab suci agama samawi (Alkitab, Al-Qur’an) Nabi Ya’qub dan 12 putranya hidup di Kanaan (Palestina) sebelum datangnya masa paceklik. Tahun 1750 SM, ketika Kanaan dilanda paceklik, 12 putra Ya’qub AS bermigrasi ke Mesir. Pada mulanya mereka hidup makmur di Mesir, namun kondisi lambat laun berubah, mereka menjadi budak hidup tertindas. keturunan 12 putra Nabi Yakub dikenal sebutan Bani Israil, kemudian pada tahun 1250 SM, dipimpin Nabi Musa keluar dari Mesir menuju kampung halaman karena mengalami penindasan persekusi Raja Mesir. Dalam pandangan mereka, Palestina itulah tanah yang dijanjikan Tuhan.Dejavu Cafe

Armstrong menuturkan, Musa meninggal sebelum orang-orang Israel tiba di tanah yang dijanjikan itu. Yosua mengambil alih kepemimpinan dan menyerbu Kanaan, menduduki negeri itu atas nama Tuhan. Membagi wilayah Kanaan kepada 12 suku untuk Bani Israel. Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada tahun 1200 SM. Sumber dikutip dari republika. Ketika kerajaan Israel diperintahkan oleh Nabi Sulaiman pada tahun 970 SM, luas Jerusalem menjadi dua kali lipat. Nabi Sulaiman AS adalah salah seorang putra Nabi Daud. Sejak ayahnya memerintah, ia telah dipersiapkan Nabi Daud karena anak yang paling cerdas. Nabi Sulaiman meninggal dunia pada tahun 930 SM setelah memerintah selama 40 tahun. Sulaiman mengkhawatirkan kerajaan Israel akan terpecah menjadi dua, awal melemahnya kekuasaan Bani Israel di Palestina pada tahun 586 SM, tentara Babilonia mengepung Jerusalem selama 18 bulan, sampai tembok pertahanan kota itu berhasil diterobos. Raja dan keluarganya dibunuh, dan komandan Babilonia menghancurkan Kota Jerusalem, membakar Kuil Sulaiman, dan istana raja. Semua orang Israel diusir dari negeri itu. Yang tersisa hanya buruh, orang-orang desa, dan tukang bajak sawah. Mereka yang hidup di pengasingan selalu merindukan Kota Jerusalem. Sumber dikutip dari republika.

Baca Juga : Grand Opening Dejavu Beri Santunan Puluhan Anak Yatim

Perkembangan selanjutnya, wilayah Palestina yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur), berhasil dikuasai oleh tentara Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 638 Masehi atau bertepatan dengan tahun 16 Hijriah. Palestina di bawah kekuasaan Islam saat itu, berkembang menjadi sebuah wilayah yang multikultur. Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi yang berdiam di wilayah Palestina pada masa itu hidup berdampingan secara damai dan tertib. Sejak awal menaklukkan wilayah Palestina, penguasa Islam tidak pernah memaksakan agamanya kepada penduduk setempat.

Sejalan dengan pergantian dinasti yang memerintah, Palestina berturut-turut berada di bawah berbagai kekuasaan mulai dari Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Seljuk, Dinasti Fathimiyah, kaum Salib Eropa, Dinasti Mamluk, dan Turki Usmani (1516 – 1917). Sumber dikutip dari republika. Palestina pasca runtuhnya kerajaan Turki Usmani akhirnya dikuasai pemerintahan Inggris. Sampai disini dapat dipahami wilayah Palestina masa kekuasaan Islam sebelum jatuh ke tangan Inggris, diketahui komposisi warga Palestina sudah multikultural (penduduk Arab mayoritas, dan lainnya) secara damai, dari tiga Iman yaitu Islam, Nasrani, Yahudi.

Dejavu Kemelut kedaulatan perdamaian yang seakan awet terjadi pada konstruksi history konflik Palestina-Zionis Israel dapat ditelusuri dari awal kejatuhan kesultanan Usmaniyah. Deklarasi Balfour tahun 1917 menjadi pernyataan resmi pemerintahan Inggris untuk mendukung pendirian “tanah air orang-orang Yahudi” di Palestina, wilayah yang saat itu masuk dalam kekuasaan Kesultanan Usmaniyah Turki di bagian akhir. Deklarasi Balfour nampak dukungan Kerajaan Inggris Raya sebagai salah satu kekuatan besar dunia saat itu kepada ideologi Zionisme. Ada perdebatan untuk penggunaan istilah “tanah air nasional” sebab tidak memiliki preseden dalam hukum internasional. Dampaknya, di kalangan politikus Inggris dan kalangan Zionis sendiri terjadi perbedaan pendapat apakah bentuk riil dari “tanah air nasional” itu adalah negara atau bukan. Prinsip mendasar dari rancangan Balfour dianggap tidak adil sebagai pokok persoalan adalah adalah ketiadaan warga Palestina dalam pembicaraan awal, diskusi rancangan, hingga deklarasinya benar-benar dipublikasikan ke masyarakat dunia.

Ketiadaan ini, di mata sejarawan, sudah menjadikan Deklarasi sebagai sumber konflik berkepanjangan sejak awal pendiriannya. Sumber dikutip dari tirto. Ketika David Ben-Gurion mendeklarasikan berdirinya Israel pada 14 Mei 1948, sekitar 700.000 warga Palestina terusir dari rumah mereka. menciptakan krisis pengungsi yang masih belum terselesaikan. Orang-orang Palestina menyebut penggusuran massal kala itu sebagai Nakba, bahasa Arab untuk “malapetaka”. Warisan ini menjadi salah satu masalah yang paling sulit diselesaikan dalam negosiasi perdamaian yang sedang berlangsung. Dikutip dari kompas.

Secara mendalam penulis menarik kesimpulan umum dengan sedikit
Menyitir pernyataan Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif, beliau Buya Syafii Maarif merasa prihatin dengan penderitaan rakyat Palestina akibat kekejaman Israel yang sudah berlangsung sejak 1948. Pelecehan, tangisan, kehilangan, kehancuran, dan kematian menyatu dalam rutinitas mencolok yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Kemudian beliau menegaskan Bila semua otoritas keamanan internasional tidak mampu menyudahi konflik bersenjata ini, maka satu-satunya solusi yang ditawarkan Buya Syafii adalah memindahkan zionisme ke planet lain. dikutip dari idntimes. Dari berbagai perspektif atas kajian kemelut kedaulatan perdamaian dunia saat ini melalui pertimbangan kemanusiaan atau human right penulis mencoba merefleksikannya dalam perspektif kedalaman rasa sebagai sesama makhluk beradab yang tentunya memiliki kesadaran hidup bersama di planet bumi ini dan saling peduli dalam kerangka saling mengaktualisasi peran kemanusiaan agar hidup lebih manusiawi.

Akhirnya untuk memberi gambaran suasana kebatinan sebagai bagian masyarakat dunia modern umumnya, Khususnya perjuangan Indonesia awal merdeka dalam detik proklamasi 1945 ada pengakuan awal dan respon positif mendukung penuh dari Bangsa Palestina yang damai jauh sebelum peristiwa tragedi Nakba. komitmen dalam kebangsaan kita agar perdamaian dunia dapat terwujud. Tertuang dalam diktum Konstitusi bernegara pembukaan UUD 1945 telah menjadi suratan abadi karakter bangsa kita tercinta. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Semoga refleksi ini menguatkan kembali komitment kita untuk tetap bersama menghidupkan semangat menjaga kedaulatan kita sebagai bangsa yang benar benar merdeka, serta turut aktif dalam upaya Perdamaian dunia menjadi karakter jatidiri bangsa yang modern dan berkemajuan dalam perspektif human right paradigma peradaban maju yang sesungguhnya, Aamiin. Wallahu A‘lam Bish-shawab.

Penulis Insan Pembelajar Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.