Nyebokin Capres Prabowo Pasca Debat

Oleh: Tjahja Gunawan (Wartawan Senior) MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kota Tangerang Selatan, Kalimat “nyebokin capres” merupakan istilah yang digunakan netizen saat mengomentari para pembela Prabowo yang berusaha dengan berbagai cara menutupi kekalahan Capres No 2 dalam acara debat capres yang diselenggarakan KPU, Ahad (07/01/2024).

Salah satu usaha untuk menutupi kekalahan Prabowo dalam debat tersebut antara lain dengan memasang iklan satu halaman penuh di Harian Kompas. Acara debat berlangsung hari Ahad, keesokan harinya pada 8 Januari 2024, iklan tentang keberhasilan dan kinerja Kemenhan sudah tayang di Harian Kompas.

Banyak kalangan masyarakat terutama netizen di dunia maya yang mempertanyakan biaya iklan politik tersebut. Lebih dari itu, pertanyaan yang paling penting adalah sumber dana yang digunakan untuk memasang iklan di Harian Kompas itu. Kalau menggunakan anggaran Kemenhan, itu kan artinya memakai uang rakyat (APBN).

Baca Juga : Warga Desa Cempaka Lebak RESAH Dengan Keberadaan Cafe di Depan Pesantren | nyebokin

Sampai tulisan ini dibuat, belum ada klarifikasi dari Kemenhan tentang masalah ini. Kementerian/lembaga pemerintah mempunyai cara tersendiri dalam menyampaikan kinerjanya pada publik. Iklan di media massa merupakan salah satu caranya. Itu sah-sah saja. Persoalannya, hingga kini Prabowo Subianto tidak melepaskan jabatannya sebagai Menhan saat dia maju sebagai Capres dalam Pilpres 2024.

Konstitusi Ditabrak

Etika birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government) diabaikan dan ditabrak begitu saja. Etika birokrasi memang dengan sengaja dicampakkan oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2023, dimana pejabat dan menteri yang maju dalam Pilpres 2024 tidak diwajibkan mundur.

Padahal presiden sebelumnya memberlakukan aturan, setiap pejabat atau menteri yang mengikuti Pilpres diharuskan untuk mundur. Dengan adanya PP No 53/2023, akan mendorong terjadinya penyalahgunaan wewenang dan penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan elektoral menteri atau kepala daerah yang maju dalam Pilpres 2024.

Motif keluarnya PP No 53 Tahun 2023, sangat jelas dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pasangan Prabowo-Gibran. Bukan hanya etika birokrasi, tapi konstitusi juga ditabrak. Seorang yang belum berusia 40 tahun seperti Gibran Rakabuming Raka, bisa menjadi Cawapres karena diloloskan oleh pamannya Anwar Usman yang waktu itu sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga : Misteri Buku Hitam ke Buku Putih KM 50 | nyebokin

Semua aturan yang ada ditabrak demi memuluskan kelangsungan kekuasaan dinasti politik Jokowi. Sehingga wajar kalau menjelang Pilpres 2024 ini banyak terjadi keriuhan dalam masyarakat. Dengan kekuasaan yang ada, pasangan Prabowo-Gibran, bisa melakukan segala hal termasuk membeli space iklan di Harian Kompas.

Salah seorang netizen Adi Mukti Wicaksono dalam cuitannya di X Twitter mengaku pernah bekerja di perusahaan biro iklan. Dia kemudian menghitung biaya iklan Kemenhan di Kompas berdasakan jumlah kolom dikalikan satu halaman penuh full colour. Ukuran iklan advetorial sebesar itu biayanya sekitar Rp 800 juta. Cuitan Adi Wicaksono ini kemudian dilengkapi oleh Novandra80, yang mengaku pernah bekerja di bagian iklan Kompas.

Dia menjelaskan bahwa iklan Kemenhan itu termasuk advetorial dimana materinya disiapkan bersama antara tim iklan Kompas (penulis dan fotografer) dengan Kemenhan sebagai klien. Lalu, digarap bareng dan tayang sesuai arahan dan persetujuan dari pihak klien.

Jenis iklan seperti ini harus disertakan kata advetorial, untuk membedakan dengan produk tulisan bagian redaksi. “Tapi apapun bentuknya, bagiku itu sih gila budgetnya. Hanya untuk nyebokin satu topik….ha….ha..,” kata Novandra80.

Bukan hanya iklan berwarna satu halaman penuh di Kompas, Tim Sukses Prabowo-Gibran juga mengerahkan pasukan buzzernya untuk membuat konten ramai-ramai menangis di media sosial. Konten gimmick ini dimaksudkan sebagai ungkapan kesedihan pada Prabowo yang dianggap telah disudutkan secara personal baik oleh Capres No 1 Anies Baswedan mapun Capres No 3 Ganjar Pranowo dalam acara debat capres.

Padahal yang dipertanyakan dalam debat itu adalah transparansi penggunaan anggaran Kemenhan dan kepemilikan lahan pribadi milik Prabowo Subianto yang mencapai 500.000 hektar. “Dalam debat tadi, tidak ada yang bersifat (menyerang) personal,” kata Anies Baswedan menjawab pertanyaan wartawan setelah acara debat.

Keesokan harinya, Anies langsung terbang ke Gorontalo. Sementara Prabowo pergi ke Pekanbaru, Riau. Di Gorontalo, Anies berdialog dan berinteraksi dengan para petani, nelayan dan buruh. Anies adalah capres pertama yang datang ke Gorontalo. Tujuannya, menyerap aspirasi dan harapan masyarakat disana.

Sementara Prabowo Subianto ketika berbicara depan para pendukungnya di Pekanbaru, mengeluarkan kata-kata goblok yang ditujukan pada capres yang mempertanyakan soal kepemilikan lahan pribadinya. Tidak lama kemudian, cuplikan video Prabowo yang marah-marah itu beredar di media sosial. Tak pelak lagi, para netizen pun kembali riuh dengan ucapan kasar yang dilontarkan Prabowo itu. Apakah pemimpin seperti ini yang diperlukan masyarakat Indonesia ?

Bagaimana kita bisa mewujudkan Pemilu damai dan politik riang gembira kalau calon pemimpinnya kerap mengeluarkan kata-kata seperti “petasan banting”, yang bisa memicu perpecahan dalam masyarakat.(BTL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.