Alot, Regulasi Tata Kelola Benur Membuat Kening Para Nelayan Pacitan “BERKERUT”

MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kabupaten Pacitan, Sosialisasi Pengelolaan dan Pemulihan Budidaya Ikan yang dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur di Watu Bale, Kabupaten Pacitan, Rabu (08/06/2022) membuat kening para nelayan “BERKERUT”. Hal itu terjadi karena regulasi yang dikeluarkan oleh para pemangku kebijakan mempunyai interpretasi yang beragam.

Hadir dalam acara  yang berlangsung hampir sehari penuh itu antara lain, Ir. Sri Wahyuni dari Dinas Kelautan dan Propinsi Jatim,  Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pacitan. Dr. H. Supomo, MM kemudian Kanit Tipiter Polres Pacitan Komisaris Polisi Kriswanto, unsur Bakamla, KSKP dan para nelayan Pacitan.

Supomo, Kepala Dinas Perikanan Pacitan dalam paparannya memberikan pesan keterangan bahwa Nelayan itu sejak dirinya lahir sampai sekarang disebut tradisional. Padahal, saat ini tidak ada nelayan yang tidak mempunyai handphone dan rumah bagus serta semua paham teknologi.

“Peredaran uang dan gemar ikan sehingga menyehatkan generasi mendatang merupakan salah satu andil nelayan untuk bangsa. Makanya nelayan harus meningkatkan ilmunya, wawasan dan keterampilan. Misalnya, menguasai aplikasi atau alat semacam GPS/detektor ikan dan lobster, layur dan sebagainya sehingga tidak ada lagi namanya paceklik ikan, bukan tergantung pada musim nogodino. Hanya saja, semisal di Eropa ada bulan tertentu yang  disepakati sebagai libur tangkap. Sehingga memberi kesempatan bagi ikan untuk reproduksi regerasi. Sehingga sumber daya alam sustainable,” kata Supomo. 

Lanjut Supomo, dirinya mewanti-wanti, dirinya juga dibebani retribusi di TPI, sudah menjadi bagian dari ibadah 2,5% paringipun Gusti Allah di zakati, karena merupakan hak orang lain.

Sementara itu, pada materi kedua yang disampaikan oleh Kanit Tipiter, Komisaris Polisi Kriswanto, mengutarakan pentingnya dokumen dan legalitas Surat Keterangan Asal Benih wewenang Pacitan dan NIB (Nomor Induk Berusaha) merupakan syarat wajib minimal bagi para nelayan. Regulasi yang selengkapnya, sangat lengkap meliputi sebanyak 74 UU dirubah oleh OMNIBUS LAW.

“Persyaratan selanjutnya misalnya, perijinan tangkap, perijinan olah dan angkut atau lalu lintas. Itu semua untuk menunjang target APBN kita tahun 2022 sebesar 2266,2 T,” terangnya. 

Narasumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jatim menjelaskan, Sesuai PP 5 Tahun 2021, nelayan diangkat harkat martabatnya menjadi pengusaha/pelaku usaha. Disisi lain, manusia cenderung liar jika tidak diatur perizinan. Sejak tanggal 17 Mei 2022, membuka gerai di Tamperan pelayanan para nelayan, tahun 2020 dilegalkan untuk melayani di 9 kabupaten, 8 di pesisir selatan dan 1 Pesisir Utara yaitu Gresik. Pelayanan itu meliputi antara lain pengurusan NIB, pass kapal 5 GT dan sebagainya.

Namun, paparan para narasumber itu bertambah rumit setelah Fauzi, salah satu ASN di Dinas Perikanan Kabupaten Pacitan justru terlibat debat panjang dengan Titin, pemateri dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur tentang fungsi NIB dan KUB serta kuota Benur untuk masing-masing Kelompok Usaha Bersama (KUB). 

Tidak ada titik temu karena wewenang Kementerian, Propinsi dan Kabupaten yang saling bertumpang tindih. Para nelayan sebagai pihak terakhir yang menjadi obyek regulasi pun kian kebingungan.

Dahi dan kening para nelayan bisa jadi tambah berkerut jika tidak ditengahi pihak luar. Ketua Divisi Advokasi LSM AMPuH yang menghadiri acara, Aka, memberikan catatan kritis terhadap situasi itu.

“Keharusan satu NIB untuk satu usaha, sebagai nelayan BBL saja atau nelayan ikan itu tidak realistis. Kedua, harus diakui posisi pengepul atau eksportir benur menjadi salah satu kunci dari kesejahteraan nelayan, itu terkait uang dan modal yang berputar. Ketiga, spirit dan filosofi kemakmuran, pemerataan  kesejahteraan, keadilan dalam penegakan hukum serta keberlangsungan sumber daya alam khususnya biota dan ekosistem laut harus di bicarakan secara bersama-sama dan menyeluruh, tidak bisa sepotong-potong dan terkotak. Itulah sebabnya penting untuk melibatkan pihak ketiga, misalnya LSM yang berdiri di luar sistem sehingga bisa menangkap permasalahan secara lebih jernih,” tegasnya.(HR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.