Ketentuan dan Sanksi Penyalahgunaan Fasilitas Umum dalam Pemukiman

waktu baca 3 menit
Selasa, 8 Agu 2023 17:34 0 215 Redaksi

Oleh: Dahlan Pido SH MH (Praktisi Hukum/Advokat Senior) MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Kota Tangerang Selatan, Lahan tanah untuk fasilitas umum (fasum) atau fasilitas sosial sejatinya digunakan untuk publik/kepentingan bersama-sama agar terjalin komunikasi antar warga, tetapi dalam kenyataannya, kerap ditemukan penyalahgunaan fungsi fasum oleh orang tertentu.____________Baca Juga : Pentingnya Ketentuan Amdal untuk Kepentingan Rakyat

Permukiman itu sendiri adalah bagian dari lingkungan hunian perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan, seperti dalam Pasal 1 angka 5 UU No 1 Tahun 2011, (tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman).

Apa yang dimaksud dengan sarana, prasarana, dan utilitas umum, kita merujuk pada penjelasan Pasal 47 ayat (1) jo. Pasal 28 ayat (1) huruf b UU 1/2011, yaitu:

Baca Juga : Amanah Rakyat, Sumpah Jabatan Presiden dan Ketentuan Pemakzulan

a. Prasarana itu meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum;
b. Sarana meliputi rumah ibadah dan ruang terbuka hijau/RTH (lapangan, trotoar);
c. Utilitas umum meliputi, jaringan listrik termasuk KWH meter dan jaringan telepon.

Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang, seperti disebutkan oleh Pasal 47 ayat (1) UU No 1 Tahun 2011, dan yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum (Pasal 1 angka 25 UU No 1 tahun 2011).

Baca Juga : Kepala DPMPTSP: Banyak Sekali Peternak Ayam yang Tak Memiliki Izin | ketentuan

Sanksi Penyalahgunaan

Sanksi bagi para pihak yang menggunakan sarana dan prasarana tidak sesuai dengan fungsinya, merujuk pada UU No 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang, seperti dalam pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan harus mengacu pada Pasal 61 UU 26/2007, yang setiap orang wajib:

a. Taat pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan ijin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan ijin pemanfaatan ruang;
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Contohnya, jika ada orang-orang tertentu (pedagang kaki lima dan sejenis) menggunakan sarana dan prasarana perumahan tanpa ijin, maka pada dasarnya mereka melakukan pelanggaran atas Pasal 61 huruf a UU No. 26 Tahun 2007, yang dapat dikenai sanksi Administratif atau sanksi Pidana.

Baca Juga : Aksi Mafia Tanah di Kabupaten Tangerang Merajalela, Resahkan Warga | ketentuan

Tentang Sanksi

Mengenai sanksi Pidana diatur dalam Pasal 69 UU No. 26 Tahun 2007, yaitu setiap orang yang tidak taat rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan Pidana Penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

Jika tindak Pidana tersebut mengakibatkan kerugian atas harta benda atau kerusakan barang orang lain, maka pelaku tersebut dipidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, dan denda paling banyak Rp1.500.000.000 (Satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pedagang kaki lima adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati tempat-tempat prasarana/fasilitas umum, seperti badan jalan, trotoar, saluran air, jalur hijau, taman, bawah jembatan, jembatan penyeberangan.
Selain sanksi Pidana, warga yang merasa dirugikan karena pemerintah setempat yang mengabaikan lingkungan, padahal memiliki kewajiban untuk menjaganya dapat digugat secara Perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Penguasa (On Recht Matig overheids daads) karena terjadi pembiaran (Ommission) atau tidak melakukan kewajibannya (act of ignorant).(BTL)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    teguh
    1 tahun  lalu

    Di perumahan kami ada fasos fasum yang mana didirikan beberapa petak kios, awalnya untuk kesejahteraan masyarakat perumahan namun dan untuk biaya sewa kios bagi penduduk perumahan di bedakan harga sewanya dengan penghuni yang luar perumahan.
    Awalnya berjalan dengan baik dan lancar namun setelah beberapa penghuni perumahan tidak bisa melanjutkan maka kios tersebut di alihkan ke penyewa dari luar perumahan tersebut. 3 tahun kemudian penyewa yang dari perumahan setempat tinggal satu saja. Karena tinggal satu yang menyewa maka semua harga di samakan ( si penyewa dari perumahan tersebut merasa di rugikan oleh pengurus pengelola ) karena harga baik orang luar maupun orang dalam perumahan sama ( dalihnya disamakan harga nanti akan di berikan ke masyarakat masing masing rt sekian persen ) setelah tidak ada kesepakatan ( karena penghuni perumahan merasa dirugikan ) bisakah si penghuni tersebut menuntut agar fasum tersebut lebih baik di kembalikan sesuai peraturan yang ada, dan apa sanksinya mengalih kan bangunan fasum yang seharusnya sesuai dengan peraturan yang ada menjadi bangunan komersial.
    Demikian terima kasih sebelumnya.

    Balas
    Bayudi Bayudi
    1 tahun  lalu

    Fasis fasum di Perumahan kami dimiliki oleh Yayasan yang mana Yayasan tersebut sudah bubar,tetapi Pengurusnya masih mengklaim bahkan punya Sertifikat dan Akta Hivah dari Koperasi,nah bagaimana caranya agar fasis fasum tersebut bisa kembali jadi milik warga Perumahan tersebut,mohon pencerahannya

    Balas

Unggulan

LAINNYA
Open chat
Hello
Can we help you?