Kritik vs Status Quo dan Pasal yang Telah Dicabut

Oleh: Dahlan Pido SH MH (Praktisi Hukum/Advokat Senior) MediaBantenCyber.co.id (MBC) Kota Tangerang Selatan, Rezim/Penguasa lupa, bahwa negara berjalan dengan pemerintahan yang terbentuk berdasarkan kepentingan rakyat, dan rakyat memegang peran yang sangat menentukan, dalam pesta demokrasi (Pemilu) yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali, Rakyat menentukan siapa yang diberi amanah sebagai pemimpinnya, dan tanggungjawab sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya._________________Baca Juga : Beathor Suryadi Penasehat FKMTI Kritik Presiden Jokowi dalam Pemberantasan Mafia Tanah

Wajar jika rakyat yang mengamanatkan suara untuk mengoreksi, mengkritik dan memberi masukan jika pemimpinnya sudah melenceng dari kesepakatan bernegara.

Bahwa kritik perbaikan negeri selama ini disampaikan oleh para pemerhati bangsa, antara lain Rocky Gerung (RG) karena permasalahan yang terjadi di negeri ini adalah diamnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya menjadi representasi suara rakyat (Vox Populi), justru malah menjadi representasi suara partai dan golongan yang justru mendukung kebijakan pemerintah (eksekutif) yang sangat merugikan kepentingan rakyat.

Contoh nyata adalah keluarnya Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang hanya menguntungkan para investor dengan segala kemudahannya, tetapi sangat merugikan kaum buruh dan pekerja kontrak di Indonesia. Dan yang paling hangat saat ini adalah usulan untuk merubah batas usia presiden dan wakil presiden dari 40 tahun menjadi 35 tahun (hanya agar anak presiden yang masih berusia 35 tahun dapat maju menjadi wakil presiden dalam pemilihan umum tahun 2024 nanti).

Dahlan Pido

Baca Juga : Kapolri Instruksikan Pihak Kepolisian RI untuk Tidak Bersikap Anti Kritik

Padahal kritik Rocky Gerung terhadap pemerintahan perlu dilihat sebagai bagian dari dinamika demokrasi dan koreksi kesalahan dari pengambil kebijakan, konteksnya adalah bagian dari kecintaan kepada kebenaran dan NKRI. Musuh terselubung RG selama ini adalah kaum Feodalis, karena ucapan RG yang sering menantang otoritas dan status quo yang telah mapan dalam masyarakat Indonesia saat ini.

Sah-sah saja yang melaporkan RG, tapi jika kritikan yang disampaikan RG itu menurut pelapor merusak harkat, martabat dan citra seluruh bangsa Indonesia itu sangat berlebihan, karena mayoritas warga masyarakat (umum) yang terhimpit kesulitan ekonomi sudah terwakili apa yang disampaikan RG. Pelapor Perdata, meminta Hakim “menghukum Rocky untuk tidak berbicara di berbagai acara baik on site maupun online seumur hidup”, ini tanda kematian demokrasi dan penguburan Hak Asasi Manusia.

Dalam konteks Pidana, bahwa Pasal penghinaan diatur dalam Pasal 310 s/d 322 KUHPidana, oleh Mahkamah Konstitusi (MK) penghinaan termasuk delik aduan, sehingga tidak dapat setiap orang mengadukan RG ke Polisi dengan mengatasnamakan teman dan kolega presiden. Kita semua wajib hormati Putusan MK dengan Nomor 31/PUU-XIII/2015 yang bersifat final and binding. Ini hanya adanya pihak-pihak yang diuntungkan selama ini yang mudah tersinggung, sehingga belum siap menjalankan demokrasi dan kebebasan berekspresi yang sehat.

Baca Juga : Sering Terjadi Tindak Kejahatan di Fortune Warga Paku Jaya Kritik Kinerja Aparat Kepolisian dan Security Graha Jaya

Kritik sebaiknya dijadikan obat untuk memperbaiki agar bangsa Indonesia segera pulih dari lesunya ekonomi dan lemahnya hukum. Bahkan presiden tidak tertarik untuk mengadukannya ke pihak berwajib, mengutip pernyataan Menko Polhukam. Jangan sampai kekuasaan Polri, Jaksa, KPK dan Pengadilan dijadikan alat untuk menekan atau melanggengkan kekuasaan.

Kehebohan RG ini diungkapkan sabtu tanggal 29 Juli 2023 di Bekasi, yang intinya menyatakan perubahan hanya bisa dicapai melalui gerakan. Gerakan buruh atau rakyat hanya bisa diukur oleh dua hal; Yakni, besaran massa dan arah gerakannya. Semakin besar massa yang bergerak semakin cepat perubahan terjadi, sepanjang arahnya tepat. Narasi kritik itu cukup tepat karena itu kewajiban semua untuk mencegah agar Indonesia atau kaum buruh tidak hanya menjadi alas kaki para pemilik modal, tetapi ikut berpatisipasi menentukan nasibnya lebih baik.

Rakyat adalah tuan rumah di negeri NKRI ini, penyelenggara negara wajib bertindak sebagai pelayan, itu menjadi asas dan prinsip dalam bernegara, bukan bertindak seperti pemilik negeri yang memaknai negara sebagai lapak kepentingan pribadi.(BTL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.