MASYARAKAT BOLEH MAJEMUK, TAPI PEMIMPINNYA WAJIB YANG PALING TAQWA

Oleh: Hanafi Tasra (Pengamat Politik dan Kebangsaan) MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Bogor, DALAM sebuah masyarakat, apalagi di zaman moderen ini, kemajemukan itu menjadi sesuatu yang tidak terhindari. Majemuk dalam jender: pria dan wanita. Majemuk dalam asal kebangsaan, asal kesukuan (QS Al Hujurat/49: 13). bahkan dalam orientasi keyakinan dan ideologi (QS Al Baqarah/2: 148).

Namun dalam kemajemukan jender dan asal keturunan diatas, Allah Ta’ala memberikan penegasan bahwa, “yang paling mulia diantara kalian, adalah yang paling bertaqwa”. Itu berarti bahwa ketaqwaan merupakan sebuah nilai tertinggi yang kudu dihadirkan ditengah masyarakat manusia. Dan itu adalah menjadi tugas semua orang beriman, sebagai yang telah diperintahkan Allah di dalam Al Quran, dianjurkan oleh Nabi Saw, dan senantiasa dikumandangkan khatib didalam setiap khutbah Jumat.

Adapun mengenai orientasi keyakinan dan ideologi, bagi Allah tidaklah sulit untuk membuat semua manusia hidup dalam satu orientasi saja. Bukankah soal keyakinan itu merupakan ranahnya hati atau qalbu ? Sementara qalbu manusia itu, sepenuhnya dibawah kendali Allah Ta’ala. Akan tetapi Allah ingin menguji manusia, siapa yang serius melakukan kontestasi kebaikan atau fastabiqul khairat, dan siapa yang tidak (QS Al Baqarah/2: 48).

Disinilah ujian Allah, siapa diantara manusia yang paling baik amalannya (QS Al Mulk/68: 2). Oleh karena itu, pemahaman kita tentang kemajemukan perlu dibenahi, sehingga tidak terjadi generalisasi. Ada kemajemukan yang memang given, seperti jender, kebangsaan, kesukuan. Dan ada pula yang merupakan produk dari lingkungan atau sejarah.

Orientasi keyakinan dan ideologi, termasuk dalam kategori yang terakhir ini. Sesuatu yang given, memanglah tidak bisa diubah. Sudah menjadi takdir yang harus diterima dengan penuh kerelaan dan disikapi secara positif.

Baca Juga : Masyarakat Desak Aparat Penegak Hukum Segera Usut Tuntas Pelaku Mafia PPDB 2022 Di SMAN 5 Kosambi

Tetapi orientasi keyakinan dan ideologi, masih dimungkinkan untuk berubah. Karena setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Lingkungannya sajalah yang membuat dia mengubah fithrahnya. (Al Hadits). Oleh itu, perlu ada upaya atau ikhtiar menuju al khairat baik dari yang bersangkutan dalam usaha mencari kebenaran untuk kembali ke fithrahnya, maupun dari orang beriman dalam bentuk dakwah ilaa sabiili Rabb (QS An Nahl/16: 125).

Optimalisasi ikhtiar perorangan dan kerja dakwah, memerlukan dukungan dari otoritas. Disinilah letak pentingnya Pemimpin yang bertaqwa. Bukan sekedar penting, akan tetapi kehadiran pemimpin yang bertaqwa itu dalam belantika kehidupan bermasyarakat, mutlak adanya. Ketika Nabi Ibrahim As ditetapkan oleh Allah menjadi pemimpin bagi umat manusia, beliau memohon kepada Allah agar estafeta kepemimpinan itu berlanjut sampai kepada anak cucunya. Allah menjawab: “Laa yanaalu ‘ahdiz zhaalimiin”.

Terjemah bebasnya kira-kira: “Kepemimpinan itu tidak akan Ku-berikan kepada anak cucumu yang zhalim”. Itu berarti bahwa kepemimpinan yang diakui Allah Ta’ala, hanyalah kepemimpinan yang bertaqwa. Bukan kepemimpinan yang zhalim.
Pertanyaannya, mengapa mesti pemimpin yang taqwa ?

Karena dalam diri pemimpin taqwa itu, terpenuhi unsur-unsur kepemimpinan yang telah dicontohkan oleh Nabi-nabi utusan Allah Ta’ala, sebagai role modelnya.
Gaya leadership Pemimpin Taqwa menauladani kekhalifahan nabi Adam As, yang oleh Allah Ta’ala dianugerahi kemampuan intelektualitas mumpuni dalam mendeskripsikan konsep-konsep.

Sehingga ia mampu mengelola sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang diamanahkan kepadanya secara baik (QS al Baqarah/2: 30- 34). Begitu juga kekhalifahan nabi Daud As yang tugas utamanya menegakkan keadilan hukum (QS Shad/38: 26 ). Keimaman nabi Ibrahim As yang menonjolkan keberanian dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya, juga menjadi panutan pemimpin taqwa (QS al Baqarah/2: 124).

Kera’inan nabi Muhammad Saw yang memiliki rasa kepedulian (deep concern) terhadap nasib umatnya, baik di dunia maupun untuk kebahagiaan di akhirat kelak, juga menjadi unsur leadership yang ada dan terdapat pada diri pemimpin taqwa(QS at Taubah/9:128).

Pertanyaan berikutnya, bagaimana pemimpin taqwa menyikapi segelintir masyarakat yang tidak bertaqwa ?

Pemimpin taqwa tetap memperlakukan mereka secara adil. Mereka tetap mendapatkan hak-hak sosialnya sebagai warga masyarakat, selama mereka tetap patuh aturan (QS al Mumtahanah/60: 8).

Ketika nabi Ibrahim as berdo’a untuk keamanan negeri Makkah dan pertumbuhan ekonominya, khusus teruntuk barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir saja, lalu Allah Ta’ala menambahkan: “…dan barangsiapa yang kafir pun akan Aku Beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku Paksa dia ke dalam azab neraka, dan itulah seburuk- buruk tempat kembali”.(QS al Baqarah/2: 126).

Beberapa mufassir menyatakan bahwa, boleh jadi dalam kehidupan material di dunia ini, orang kafir lebih melimpah ketimbang orang yang bertaqwa. Di akhirat, mereka diseret ke neraka. Na’uzu billahi min zalik.(BTL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.