Vany Fitria Reporter Narasi TV, Diintimidasi Aparat Brimob Saat Menjalankan Tugas Jurnalis

Mediabantencyber.co.id – Jakarta, Lagi, aparat Kepolisian Republik Indonesia dalam hal ini satuan Brigade Mobil (Brimob) kembali melecehkan Undang – undang Pokok Pers No 40 Tahun 1999 dan juga profesi Wartawan atau Jurnalis. Peristiwa tersebut terjadi saat Vany Fitria Jurnalis Narasi TV sedang meliput disekitar Gedung DPR RI saat terjadi aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa pada 25 September 2019. Peristiwa pelecehan profesi Jurnalis dan UU Pers tahun 1999 tersebut terjadi sekitar pukul 20.00 WIB pada 25 September 2019. Vany Fitria mengetahui aparat kepolisian yang berkumpul di depan Resto Pulau Dua sedang berusaha menghalau massa aksi demonstran yang berada di sekitar Flyover Bendungan Hilir. Tepat di antara dua titik itulah (Resto Pulau Dua dan Flyover Bendungan Hilir), Vany mencoba mengambil gambar. Hal tersebut disampaikan Pemimpin Redaksi Narasi TV dalam rilisnya pada tanggal 26 September 2019.

Menurut Zen RS selaku Pemimpin Redaksi (Pemred) Narasi TV, sekitar pukul 20.10 WIB (25 September 2019), seorang anggota Brimbob mendekati Vany dan meminta Vany untuk tidak mengambil gambar. Beberapa detik kemudian, dari arah belakang, seorang anggota Brimob yang lain memukul badan Vany dengan tameng hingga ia nyaris terjengkang. Saat berusaha berdiri dengan stabil kembali, anggota Brimob yang memukul dengan tameng itu mengambil telepon seluler Vany dan kemudian membantingnya ke trotoar. Anggota Brimob yang sama kemudian mengambil telepon seluler tersebut dan hendak membantingnya kembali, namun anggota Brimob yang lain datang mengambil telepon seluler tersebut dan memasukannya ke dalam sakunya sendiri.

Vany sudah mengatakan bahwa dirinya adalah wartawan. Kartu pers pun ia tunjukkan. Namun mereka bukan hanya tidak peduli, tapi juga melontarkan Kalimat – kalimat yang intimidatif. Vany sudah menawarkan diri untuk menghapus footage asalkan telepon seluler miliknya dikembalikan, namun permintaan itu diabaikan.

Sehari sebelumnya, pada malam 24 September sekitar Pukul 22.00 WIB, wartawan Narasi TV yang lain, Harfin Naqsyabandi, juga dipaksa aparat Kepolisian (Tepatnya Dari Krimum Polda Metro Jaya) untuk memformat ulang telepon selulernya karena mengabadikan adegan kepolisian mengeroyok seorang massa aksi yang dituduh merusak salah satu fasilitas umum di sekitaran pintu Gedung DPR. Harfin menolak permintaan memformat ulang itu, dan akhirnya hanya menghapus 2 video adegan pengeroyokannya saja.

Berdasarkan kronologi kejadian tersebut, Narasi TV menyatakan sikap:

1. Menuntut pihak kepolisian untuk mengembalikan (bukan mengganti) telepon seluler milik Vany Fitria yang telah dirampas secara sewenang-wenang.

2. Mengutuk kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian: tidak hanya terhadap Vany, melainkan kekerasan terhadap para wartawan lainnya, juga masyarakat sipil lainnya yang sedang menggunakan hak-haknya yang dilindungi UU.

3. Menuntut Kapolri mematuhi Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017 Pasal 4 Ayat 1, yang menyebutkan para pihak berkoordinasi terkait perlindungan kemerdekaan Pers dalam pelaksanaan tugas di bidang pers sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Meminta Kapolri memerintahkan anak buahnya di lapangan tidak menghalangi kerja jurnalis yang dilindungi UU Pers. (BTL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.