ADA APA DENGAN BANK MUAMALAT INDONESIA ?

Oleh: M. Ihsan Tanjung (Wakil Ketua Badan Arbitrase Syariah Nasional MUI dan Dosen Hukum Bisnis FEB Uhamka) MediaBantenCyber.co.id – (MBC) Jakarta, Publik dikagetkan dengan pernyataan Erick Thohir melalui CNBC Indonesia tanggal 19 Desember 2023 tentang rencana penggabungan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan PT Bank Tabungan Negara Syariah yang ditargetkan rampung pada bulan Maret 2024.

Erick telah membicarakan rencana penggabungan tersebut dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Menteri Agama sebagai pemegang mayoritas saham di BMI. Berdasarkan laporan publikasi kuartal III-2023, BPKH merupakan pemilik 82,66% saham Bank Muamalat.

Ketua PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas melalui CNBC Indonesia tanggal 19 Januari 2024 menyatakan tidak setuju penggabungan BTN dan BMI dengan alasan BMI tetap dengan paradiqmanya dari umat, milik umat, bersama umat dan untuk umat.

Beberapa pertimbangan yang disampaikan oleh Anwar Abbas diantaranya adalah agar warisan pendahulu yang telah bersusah payah mendirikan bank muamalat tetap terjaga. Pendirian BMI datang dari kalangan umat terutama MUI, ICMI, NU dan Muhammadiyah. Ide ini tercetus dalam lokakarya MUI pada Agustus 1990. Walaupun pendirian BMI mendapat dukungan dari Pemerintah tapi bank syariah pertama di Indonesia bukanlah bank Pemerintah tapi Bank swasta milik umat.

Baca Juga : PT Bank Mandiri Tbk, Diduga BERMASALAH Hukum Terkait Penyaluran Pinjaman 700 Miliar Dengan Agunan SHGB Bermasalah

Selanjutnya Anwar Abbas menyampaikan dalam menangani BMI tidak murni menggunakan hitung-hitungan ekonomi dan bisnis saja tapi kita juga harus bisa memperhatikan dan mempertahankan sejarah.

Jauh sebelum rencana penggabungan BMI dan BTN, para pengamat pasar modal menilai permasalahan yang dialami PT BMI karena kesalahan dalam menjalankan strategi bisnis perusahaan. BMI dinilai terlalu fokus pada pendanaan korporasi yang mengakibatkan pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) bank syariah pertama tersebut meningkat tajam. Kinerja BMI tergerus lonjakan pembiayaan bermasalah atau NPF sampai 5%, lebih tinggi dari batas maksimal ketentuan regulator.

Dalam laporan keuangan perseroan periode Januari -Agustus 2019, laba bersih BMI mencapai Rp. 6,57 milliar, padahal sebelumnya laba bersih perusahaan mencapai 110,9 milliar dalam periode Januari-Agustus 2018 atau laba bersih anjlok 94,1% secara tahunan.

Jika dilihat saat badai krisis moneter 1997/1998 yang menyebabkan beberapa bank konvensional menjadi Pasien BPPN, Bank Muamalat mampu bertahan tanpa sentuhan BPPN sedikitpun, namun menyebabkan terkoreksi kinerja keuangan BMI dengan kerugian Rp. 78 milliar:-271,94%, NPF 53,33% (LK 1999).

Berkat perjuangan dari pihak manajemen BMI tahun 2000 langsung membukukan LABA: dari -271,94% membaik menjadi 3,98%, NPF dari 53% membaik menjadi 12,84% (LK 2000). Bahkan tahun 2008 BMI mencatat kinerja terbaik nasional ROE: 33.14%, ROA: 2.60%, BOPO: 78.94%. Salah satu penyebab naiknya pendapatan BMI disebabkan suksesnya lobi manajemen BMI menambah modal dari BPD-ONH dan IDB, Sedco & bobyan bank. Serta suksesnya recovery bisnis dan internal BMI. Sehingga berefek tingginya tingkat kepercayaan ummat. Dengan penyaluran pembiayaan yang prudent dan tepat baik retail maupun pendanaan koporasi pada waktu itu tidak menimbulkan permasalahan yang dihadapi BMI saat ini.

Kekhawatiran Anwar Abbas selaku pimpinan di MUI dan Muhammadiyah cukup beralasan menolak merger BMI dengan BTN karena masalah yang sedang dihadapi BMI tidak hilang begitu saja ketika merger atau akuisi. BMI dapat berbenah dengan melakukan efisiensi secara besar-besaran dan melakikan evaluasi terhadap manajemen yang berpotensi mengganggu kinerja BMI.

Kembalinya BMI kepangkuan pemegang saham dana Haji (BPKH) yg awal pendiriannya adalah modal dari para jamaah haji nasional adalah sangat tepat dan solutif. BPKH selaku pemegang saham mayoritas /PSP harus penuh amanah hingga tuntas dalam upaya menyelamatkan BMI dengan mendengarkan suara umat karena persoalan BTN yang membutuhkan cangkang dari UUS menjadi BUS bukan masalahnya BMI, masih banyak Bank Syariah lain yang bisa dijadikan sasaran oleh BTN.

Selain dari pertimbangan ekonomi untuk menjadikan BUS yang besar dengan merger BTN Syariah dan BMI atau aspek sejarah dan peran umat dalam BMI, momentum penggabungan BTN dan BMI tidak tepat karena saat ini tahun politik sehingga publik akan berspekulasi bahwa penggabungan ini sarat dengan kepentingan politik.

Oleh karena itu BPKH dan Kementerian Agama harus mempertimbangkan lebih seksama agar penggabungan ini tidak merugikan umat khususnya BMI. Jika ada persoalan dalam BMI, tidak serta merta solusinya menarik keluar BMI atau BPKH, mungkin menjelang RUPS bulan April dapat dilakukan evaluasi kinerja manajemen dan persiapan rencana yang matang untuk beberapa tahun ke depan BMI bisa kembali sehat dan jaya seperti yang pernah dicapai oleh BMI.(BTL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.