Mental Penjajah Adalah Menarik UPETI Hingga Kebutuhan Pokok Pun DIPAJAKI

Oleh: M Rizal Fadillah MediaBantenCyber.co.id (MBC) Bandung, Tujuan bernegara pasca kita menyatakan kemerdekaan antara lain “memajukan kesejahteraan umum”. Siapapun yang diberi amanat untuk berada dalam pemerintahan berkewajiban untuk mengupayakan kesejahteraan untuk rakyatnya, bukan memberatkan dan menyengsarakan.___________________________Jangan Jadi Bagian Penjajah Bangsa Sendiri

Kita merdeka karena tidak enak dan pahit dijajah itu. Kehidupan sulit dan segala tertekan serta dipaksa-paksa oleh pemerintah penjajah. Upeti ditarik dari berbagai sektor, urusan kebutuhan pokok dipajaki. Penjajah hidup senang sementara rakyat jajahan menderita. Segala diawasi dari ngomong hingga batuk-batuk. Sedikit membicarakan keburukan “tuan meneer” dicap ekstremis bahkan pemberontak.

Negara kita adalah negara merdeka, tetapi tontonan perilaku penguasa belum menampilkan sosok pemerintahan negara merdeka. Kedaulatan rakyat sebagai ciri khas kemerdekaan terambil habis. Justru kedaulatan negara yang menjadi ciri primitivitas bernegara tengah ditegakkan. Memperkaya diri dan kroni. Membungkam aspirasi dan menginjak-injak hak asasi.

Baca Juga : Menteri BPN/ATR Sofyan Djalil Jangan Jadi Bagian PENJAJAH Bangsa Sendiri

Upeti dengan bahasa santun pajak tengah digalakkan. Terma agak akademis “PPN” merambah kemana-mana. Rakyat bukan penikmat tetapi menjadi obyek. Di tengah pemborosan dan kegilaan korupsi justru rakyat semakin diperas. PPN akan dikenakan antara lain pada sembako, pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa surat berperangko. Beban berat kembali berada di pundak rakyat kebanyakan.

Dua kemungkinan atas kondisi ini yaitu para penyelenggara negara yang telah dihinggapi penyakit mental penjajah, mumpung berkuasa dan menikmati kekuasaan, atau memang negara ini sedang bangkrut. Sudah tak mampu membiayai rakyatnya lagi. Pajak rakyat adalah pilihan terpaksa  Duit negara cekak disebabkan Pemerintah tidak amanah dan salah urus.

Draft RUU perubahan kelima UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan  (KUP) menambah masalah bagi negeri. Sudah Omnibus Law kontroversial, UU KPK diobrak-abrik, lalu draft KUHP “bid’ah” akan menghukum penghina Presiden, kini  RUU revisi KUP pun rentan kritik. Pemerintah di samping telah menaikkan tarif juga memperluas obyek. Urusan sembako dan “hajat hidup orang banyak” dihajar pajak.

Jangan Lewatkan : Rispanel Arya Ketua DPD PKS Kabupaten Tangerang Mengumumkan Dirinya Beserta Istri Positif Covid-19

Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan apakah pemerintah memang bermental penjajah (koloniale mentaliteit) ? Jika ya rakyat harus merubah segera dengan pemerintahan yang bermental merdeka (vrije  mentaliteit) dan berorientasi kerakyatan (populitisch).  Atau apakah memang negara tengah mengalami kebangkrutan (pailliet) karena salah urus ? Jika ya rakyat pun harus merubah segera dengan pemerintahan yang lebih mampu (beter in staat) dan amanah (eerlijk).

Perubahan adalah suatu keniscayaan atas situasi dimana rakyat sudah tidak percaya lagi pada pemerintah yang memang sulit untuk dipercaya. (BTL)

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Hello
Can we help you?
.